Badan Kebijakan Fiskan (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan Dana Bersama Penanggulangan Bencana (pooling fund bencana/PFB) dapat mengelola Rp7,3 triliun pada tahap awal.
"PFB akan memiliki dana kelolaan awal sebesar kurang lebih Rp7,3 triliun. Dengan demikian, PFB akan menambah kapasitas pendanaan bencana pemerintah dari semula hanya terdiri dari dua sumber utama yaitu APBN dan APBD," ujar Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (24/8).
Pemerintah meluncurkan PFB melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana (Perpres 75/2021) pada 13 Agustus 2021. Skema ini diharapkan bisa memperkuat ketahanan fiskal dalam menanggulangi bencana alam dan nonalam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Febrio, PFB sangat khas dengan model gotong royong di Indonesia. Nantinya, dana PFB akan diisi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat hingga swasta.
Dalam beberapa tahun ke depan PFB yang akan dikelola Badan Layanan Umum (BLU) Kementerian Keuangan bakal mendanai sejumlah program.
"Dalam 2-3 tahun ke depan, PFB akan mendanai pembelian premi asuransi seluruh gedung Kementerian/Lembaga dan co-financing dengan Pemerintah Daerah untuk pengasuransian aset daerah. Sehingga, nilai kerusakan akibat bencana alam dapat ditekan," ujarnya.
Di bawah BLU, PFB akan menggunakan praktik bisnis yang sehat dengan memiliki rancangan bisnis anggaran dan standar pelayanan minimal. Ini dilakukan agar PFB tidak hanya menjadi mobilisasi dana, namun dapat menjadi investasi untuk menghimpun kesiapan pemerintah dalam menanggulangi bencana.
Lihat Juga : |
PFB juga akan dikelola secara kredibel untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, nantinya, PFB tidak hanya menjadi kantong kedua menteri keuangan dalam pendanaan bencana, melainkan menjadi sumber utama penanggulangan bencana.
Sebagai informasi, analisis Bank Dunia pada 2018 menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat resiko bencana alam terbesar ke-12 di dunia.
Ini didasarkan pada 10 jenis bencana alam yang dapat terjadi di Indonesia seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, kebakaran, cuaca ekstrem, gelombang ekstrim, kekeringan, hingga likuifaksi.
Berdasarkan hasil kajian Kementerian Keuangan (2020), rata-rata nilai kerusakan langsung akibat bencana di Indonesia sekitar Rp20 triliun per tahun dalam 15 tahun terakhir.
Namun, dana cadangan bencana di dalam APBN untuk mendanai kegiatan tanggap darurat dan hibah rehabilitasi dan rekonstruksi kepada pemerintah daerah hanya berkisar Rp5 triliun hingga Rp10 triliun per tahun sejak 2004.