Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan hingga saat ini belum ada bank yang sepenuhnya digital (fully digital) di Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menyebut banyak bank yang mengaku bertransformasi fully digital atau menjadi bank hybrid. Namun, untuk bisa mengklaim sebagai bank fully digital, Heru menyebut perusahaan harus memenuhi persyaratan yang diatur POJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum.
"Saat ini kalau boleh saya sampaikan tidak ada satu bank yang benar-benar fully digital. Tapi kalau bank menyatakan bertransformasi atau menjadi hybrid atau mendirikan bank baru fully digital, tentu harus memenuhi persyaratan," kata Heru pada acara Squawk Box CNBC Indonesia, Jumat (27/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Ia menjabarkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi di antaranya adalah perseroan harus memiliki direksi yang berkompetensi di bidang teknologi informasi.
Direksi juga harus memiliki kompetensi lain sesuai ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
Lalu, memiliki manajemen risiko yang memadai, serta memiliki cyber security perlindungan terhadap keamanan data nasabah.
Lihat Juga : |
Heru juga menekankan bahwa pihaknya tidak mengeluarkan lisensi atau surat izin bank fully digital kepada perusahaan. Yang ada, perusahaan mesti memenuhi pedoman OJK untuk bisa menyebut diri mereka bank fully digital.
Di sisi lain, ia menyebut OJK tidak mengkategorikan bank digital sebagai jenis bank baru. Hingga kini, OJK hanya mengakui jenis bank konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) saja.
"OJK tidak mendefinisikan bank digital sebagai bank jenis baru. Jadi bank digital itu sesuai kelembagaan tetap bank seperti yang kami sampaikan," pungkasnya.