Bank Indonesia (BI) mengumumkan bank akan didenda maksimal Rp5 miliar bila tidak bisa menyalurkan kredit ke UMKM mencapai 25 persen dari total portofolio kreditnya pada Juni 2023. Ketentuan denda ini sengaja diberikan untuk mendorong penyaluran kredit bank kepada pengusaha kecil.
"Kalau tidak bisa penuhi mulai Juni 2023, ada sanksi kewajiban membayar," ucap Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Makroprudensial BI Juda Agung dalam Taklimat Media, Jumat (3/9).
Juda mengatakan ketentuan sanksi ini tertuang di Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, besaran denda ini bisa saja lebih kecil bila realisasi penyaluran kredit bank ke UMKM hanya kurang sedikit dari kewajiban porsinya. Formula besaran dendanya 0,1 persen dikali nilai kekurangan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), namun maksimal tetap Rp5 miliar.
Sebelum sanksi denda dijatuhkan, Juda mengatakan bank akan lebih dulu menerima sanksi secara administratif berupa teguran tertulis. Sanksi ini diberikan pada Juni 2022 dan Desember 2022.
Sampai batas waktu tersebut, bank hanya harus memenuhi porsi penyaluran kredit ke UMKM sebesar 20 persen dari total portofolio kreditnya. Selanjutnya mulai Juni 2023, porsi kredit UMKM harus 25 persen dan 30 persen pada Juni 2024.
Nantinya, surat pengenaan sanksi kepada bank akan ditembuskan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tapi, ada beberapa pengecualian sanksi yang bisa diberikan BI.
Lihat Juga : |
Misalnya, bank memang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha, seperti penyaluran kredit, pembiayaan, hingga penghimpunan dana oleh OJK. Pengecualian sanksi juga bisa diberikan bila bank dalam pengawasan intensif atau bank dalam pengawasan khusus dan merupakan bank perantara.
Aturan sanksi ini diberikan sebagai satu kesatuan dalam aturan yang bertujuan mendorong penyaluran kredit bank ke UMKM. Pasalnya, survei BI mencatat kebutuhan UMKM terhadap pembiayaan sejatinya sangat besar.
Tapi hanya sekitar 30,5 persen di antaranya yang sudah menerima akses kredit dari bank. Sedangkan sisanya, 69,5 persen belum menerima kredit dari bank.
Padahal, potensi permintaan kredit dari yang belum mendapat kredit dari bank ini sangat besar. Hitung-hitungan BI, 43,1 persen dari total 69,5 persen yang belum menerima kredit bank berpotensi mengajukan kredit.
"Dari 43,1 persen ini, potensi demand kreditnya besar Rp1.605 triliun. Kalau ini bisa dipenuhi, total rasio UMKM bisa 45 persen," tuturnya.
Tak hanya punya potensi permintaan kredit, Juda menilai segmen kredit UMKM sejatinya menarik bagi bank. Terlebih, segmen kredit ini termasuk yang cepat pulih meski di tengah tekanan pandemi covid-19 sekalipun.
Buktinya, pertumbuhan kredit UMKM sudah positif di kisaran1,93 persen pada Juli 2021. Segmen kredit ini cepat pulih seperti halnya segmen kredit konsumer yang kini tumbuh 2,4 persen.
Sementara kredit korporasi masih terkontraksi 0,5 persen. Begitu juga dengan kredit komersial yang minus 2,15 persen pada periode yang sama.