Pakistan Desak Pencairan Miliaran Dolar Aset Afghanistan
Pakistan mendesak negara-negara adidaya di dunia untuk mencairkan miliaran dolar aset yang dimiliki Afghanistan usai Taliban mengambil alih pemerintahan.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi di depan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Qureshi mengatakan hal yang harus diutamakan adalah menghindari krisis ekonomi yang lebih dalam bagi negara tetangganya, Afghanistan. Pasalnya, krisis ekonomi ini dikhawatirkan dapat memicu bencana kemanusiaan.
"Di satu sisi, kalian menggalang dana untuk mereka. Namun, uang yang menjadi milik mereka sendiri justru tidak dapat digunakan," kata Qureshi dikutip dari AFP, Selasa (21/9).
Menurut dia, membekukan aset Afghanistan tidak akan menolong apapun. Karenanya, ia mendesak negara superpower di dunia memikirkan kembali kebijakannya serta mencairkan aset yang menjadi hak Afghanistan.
Namun demikian, Pakistan tidak buru-buru berharap pemerintahan baru Afghanistan dapat diakui sebagai negara berdaulat dalam waktu dekat.
The Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS) diketahui telah membekukan aset milik Afghanistan senilai US$9,5 miliar. Upaya ini dilakukan untuk menghindari dana digunakan oleh Taliban.
Pakistan sendiri sudah sejak lama menjadi pendukung rezim Taliban pada 1996-2001. Bahkan, AS menuduh badan intelijen Pakistan mendukung pemberontak Islam dalam peperangan selama 20 tahun melawan angkatan bersenjata NATO.
Qureshi turut menanggapi isu pembangunan kembali hubungan bilateral kedua negara. "Saya pikir tidak ada yang akan terburu-buru untuk mengakui kedaulatan Afghanistan. Taliban harus berhati-hati akan hal tersebut," imbuh dia.
Jika Taliban ingin mendapat pengakuan kedaulatan negara, maka mereka harus lebih responsif dan sensitif terhadap pandangan dunia internasional.
Kepala Pemerintahan Pakistan itu juga berharap Taliban lebih inklusif dalam membangun pemerintahan setelah memasukkan calon yang masuk ke dalam catatan hitam PBB dalam pemberontakan terorisme.
Namun, ia melihat hal 'positif' dari Taliban termasuk mendeklarasikan pengampunan bagi etnis minoritas. Qureshi mendukung dan terus mendorong tren tersebut.
Tetapi, aktivis dan saksi mata justru melihat hal yang berseberangan.
Wanita dan anak perempuan dikecualikan dalam angkatan kerja dan pendidikan, bahkan tanpa pengumuman resmi dari Taliban.