Para pengusaha mengeluhkan aturan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang melarang tempat penjualan atau toko memajang reklame maupun bungkus rokok atau zat adiktif, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Sebab, kebijakan ini dianggap akan semakin menekan penjualan rokok dan pertumbuhan industri hasil tembakau secara luas.
Salah satu keluhan datang dari Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta. Menurutnya, aturan Anies ini kurang tepat dan tidak beralasan kuat karena rokok yang dijual toko sejatinya bukan barang ilegal karena peredarannya sudah diizinkan dengan pengenaan cukai.
"Padahal sebelum ini juga sudah sangat dibatasi dan kami semua patuh. Semua sudah ada aturan perdagangannya termasuk kewajiban seperti pajak yang kami patuhi," ungkap Tutum dalam keterangan resmi, Rabu (22/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Selain itu, menurutnya, penjualan rokok juga melihat kawasan, seperti tidak dekat tempat ibadah dan jauh dari jangkauan anak-anak.
Ia juga menyayangkan karena aturan ini tiba-tiba dikeluarkan tanpa ada sosialisasi kepada dunia usaha dan tentu akan menambah beban kepada industri.
Apalagi, kondisi perekonomian sejatinya belum benar-benar pulih dari tekanan yang muncul akibat pandemi covid-19. Untuk itu, ia berharap Anies dapat mencabut aturan ini agar tidak menjadi sentimen buruk bagi industri dan tidak menjadi diskriminasi bagi pelaku usaha di sektor ini.
Ketua Departemen Minimarket Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Gunawan Baskoro juga mengeluhkan aturan tersebut. Padahal, menurutnya, aturan dari pemerintah pusat dan daerah sudah sangat ketat bagi produk rokok dari hulu hingga hilir industri.
Lihat Juga : |
"Kami sudah tunaikan semua kewajiban, bukannya didukung malah makin ditekan," ucap Gunawan.
Lebih lanjut, ia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengkaji lebih jauh dampak dari aturan ini terhadap keberlangsungan industri ritel ke depan. Sebab, saat ini saja, sudah lebih dari 1.500 gerai toko swalayan, kelontong, hypermarket, dan department store berguguran akibat pandemi.
Tak cuma berdampak pada ritel skala besar, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) Joko Setiyanto juga memastikan larangan pemajangan rokok bakal menekan toko-toko di pasar tradisional dan warung. Maklum saja, rokok merupakan salah satu produk yang paling laris diperjualbelikan di warung-warung.
Bahkan, Ade Sutisna, salah satu pemilik warung di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, mengaku takut usahanya akan terancam lantaran kiosnya didirikan dengan biaya sponsor dari salah satu produsen rokok.
"Toko saya ada embel-embel merek tertentu. Itu bagaimana nanti? Kalau harus beli kios baru itu saya tidak sanggup karena mahal," tutur Ade.
Sebelumnya, Anies mengeluarkan larangan pemajangan reklame dan bungkus rokok di dalam maupun luar toko. Ketentuan tertuang di Seruan Gubernur Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok yang diterbitkan pada 9 Juni 2021.
Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu juga melarang pengelola gedung di DKI Jakarta menyediakan asbak dan tempat pembuangan puntung rokok pada kawasan dilarang merokok. Seluruh aturan ini diklaim demi melindungi masyarakat dari bahaya rokok.