Revisi UU BUMN, Erick Ungkap Direksi Cairkan Bonus dari Utang

CNN Indonesia
Kamis, 23 Sep 2021 08:48 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir menyebut revisi UU BUMN penting dilakukan untuk memperbaiki kinerja perusahaan pelat merah dan mempersempit ruang direksi BUMN. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri BUMN Erick Thohir menyebut revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN penting dilakukan guna mempersempit ruang direksi BUMN sekaligus memperbaiki kinerja perusahaan pelat merah.

Sebab, pada tahun pertama menjabat, Erick mengaku masih ada direksi BUMN yang menerbitkan bonus dan tantiem dari surat utang. Ia menyebut praktik tidak etis seperti itu harus ditutup dalam revisi UU yang baru.

"Ini sangat tidak ethical (etis) dan menjadi sebuah hal yang mestinya dihukum. Ini yang harus kita jaga sudah seyogyanya punya peta besar," ujarnya pada rapat kerja Komisi VI DPR RI, Rabu (22/9).

Selain itu, ia menyebut revisi UU BUMN baru juga akan mengatur soal Penanaman Modal Negara (PMN). Ke depannya, PMN hanya akan diberikan sesuai kinerja perusahaan dan penugasan, sehingga direksi tidak punya mentalitas selalu dibantu negara.

Poin lainnya yang ia soroti dalam revisi UU BUMN adalah terkait mekanisme restrukturisasi dan penutupan BUMN. Ia menyebutkan bahwa aturan saat ini membuat aksi korporasi BUMN sangat lambat. Untuk merestrukturisasi utang saja dibutuhkan waktu 9 bulan.

Selain itu, Erick menyebut revisi UU terkait akan mengatur tanggung jawab eks direksi BUMN. Menurut dia, banyak permasalahan BUMN yang disebabkan oleh direksi yang sudah-sudah dan tidak ada pertanggungjawaban usai selesai menjabat.

"Yang terdahulu punya pemikiran toh kalau ada apa-apa dengan perusahaannya pasti ditolong negara, kalau kita punya power untuk menutup ini menjadi kekuatan, kita ubah mentalitasnya bagaimana punya pertanggungjawaban tidak hanya sekedar pada saat menjabat," jelasnya.

Sebagai informasi, saat ini pemerintah dan DPR RI tengah membahas revisi UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pada Juni lalu, Komisi VI DPR RI mengundang mantan menteri negara pendayagunaan BUMN era Presiden ke-2 Indonesia Soeharto, Tanri Abeng. Ia datang untuk memberikan masukan dan saran dalam RUU tersebut.

Salah satu poin yang diajukan ialah agar pemerintah tidak menyertakan intervensi politik dalam menentukan jajaran direksi dan komisaris di perusahaan pelat merah. Menurut dia, direksi dan komisaris harus dipilih berdasarkan kualitas, bukan kepentingan politik semata.

"Ini harus tanpa intervensi, paling tidak mengurangi intervensi politik, karena BUMN kita sebenarnya punya potensi yang luar biasa. Bukan cuma 20 BUMN saja (yang berpotensi), tapi semua karena mereka memiliki pasar, pasar ini dasar bisnis," ungkap Tanri, Rabu (23/6).



(wel/bir)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK