Analis OSO Sekuritas Riska Afriani menilai dalam sebulan terakhir kecenderungan investor menanamkan modalnya berorientasi jangka panjang. Ini dibuktikan dengan transaksi bulanan yang telah mencapai Rp6,22 triliun di pasar modal.
Selain itu, penanam modal asing dirasa semakin yakin dengan pemulihan pasar modal di Indonesia. Sehingga investor asing ditaksir tidak ragu untuk masuk ke pasar Tanah Air.
Ia menilai walau IHSG sempat terpukul beberapa kali, hal tersebut dikarenakan momentum yang melemahkan indeks. Seperti menunggu keputusan Bank Indonesia terkait suku bunga sebesar 3,5 persen dan masih bisa menstabilisasikan nilai tukar rupiah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Riska berharap ke depan suku bunga yang rendah akan memberikan efek domino bagi perekonomian Indonesia.
"Suku bunga yang rendah ke depan akan bisa membuat multiplier effect untuk semua sektor," kata Riska.
Dengan suku bunga yang rendah diperkirakan masyarakat akan berani untuk membelanjakan uangnya di beberapa sektor. Insentif pemerintah dalam berbagai bidang turut menjadi katalis positif yang bisa menangani pandemi dan diharapkan akan segera memulihkan ekonomi.
Dari sektor perbankan ia menilai harga sahamnya mengalami penurunan. Ini dikarenakan sisi kredit yang disalurkan masih minim dan belum mencapai target yang ditentukan.
Walau pemerintah telah gencar mendorong sektor ini untuk menyalurkan kredit, nampaknya perbankan masih cukup selektif dalam memberikan kreditnya. Riska menilai aksi ini wajar dilakukan karena perbankan khawatir adanya gelombang 3 pandemi covid-19 yang bisa saja terjadi.
Ia turut mengatakan right issue yang dikeluarkan perusahaan pemerintah sebesar Rp210 triliun menjadi warna baru bagi pasar modal. Pasalnya ini menjadi right issue terbesar sepanjang sejarah di Tanah Air.
Pekan ini, ia menyarankan para investor untuk tidak ketinggalan momentum mendapatkan saham-saham big caps atau emiten dengan kapitalisasi pasar yang besar. Saham itu antara lain, PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), hingga PT Bank Central Asia Tbk (BBCA.)
Untuk emiten big caps lainnya seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), ia justru melihat ada potensi penurunan pada saham yang diprediksi akan menyentuh 3.800 pada pekan ini.
Sementara untuk kebijakan The Fed, Riska mengatakan tapering yang merupakan aksi pengurangan nilai pembelian aset tidak serupa dengan menaikkan suku bunga. Ia turut yakin investor asing masih optimis dengan pasar modal Indonesia.
Lihat Juga : |
Ia menyarankan agar para investor memperhatikan sejumlah aspek dalam membeli saham. Seperti saham dengan volatilitas yang tinggi dan kapitalisasi market yang rendah agar diwaspadai keberadaannya. Sehingga investor perlu memperhatikan tujuan awal dalam berinvestasi.
Dengan mempelajari fundamental perusahaan serta memaksimalkan batas cut loss yang baik menjadi saran yang tepat untuk mengurangi kerugian di pasar modal.
Namun di lain sisi, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan indeks berpeluang terkonsolidasi melemah dengan support di 6.059-6.117 dan resistance di posisi 6.163-6.200.
Beberapa saham yang direkomendasikan untuk dikoleksi pada awal pekan ini di antaranya ANTM yang diperkirakan akan menguat di posisi 2.280 hingga 2.340.
Sementara, terdapat beberapa saham yang disinyalir akan melemah seperti PT Bhakti Multi Artha Tbk (BHAT) pada posisi 795-810, PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) pada posisi 615-635, dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) pada posisi 770-800.
(fry/agt)