KKP Respons Demo Nelayan soal Aturan Baru PNBP Perikanan

CNN Indonesia
Kamis, 30 Sep 2021 20:28 WIB
KKP menilai aksi demo yang menolak PP Nomor 85 Tahun 2021 bukan datang dari para nelayan tradisional, karena mereka bukan objek pungutan PNBP.
KKP menilai aksi demo yang menolak PP Nomor 85 Tahun 2021 bukan datang dari para nelayan tradisional, karena mereka bukan objek pungutan PNBP. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/irwansyah Putra).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merespons aksi demo sejumlah nelayan di berbagai daerah yang menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada KKP.

Salah satu poin penolakan lantaran nelayan merasa PP 85/2021 membuat tarif PNBP dari hasil perikanan bakal naik mencapai 400 persen. Padahal, tangkapan nelayan justru diklaim tengah menurun hingga 50 persen dalam dua tahun terakhir.

Terkait keluhan ini, Juru Bicara Menteri KKP Wahyu Muryadi mengaku tidak yakin bila penolakan murni datang dari para nelayan tradisional. Sebab, menurutnya, aturan baru soal PNBP di sektor perikanan tidak menjadikan nelayan tradisional sebagai objek pungutan PNBP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nelayan berskala kecil bukan obyek PP 85 dan PP 85 tak jauh beda dengan aturan sebelumnya, yakni PP 75. Hanya dibedakan soal pungutan yang dalam PP 85 diatur pra dan pascaproduksi," ungkap Wahyu kepada CNNIndonesia.com, Kamis (30/9).

Tidak hanya itu, ia mengatakan aturan baru di PP 85/2021 sejatinya juga tidak memungut PNBP bagi kapal nelayan tradisional, di mana biasanya kapal yang mereka gunakan berskala kecil. Kapasitasnya biasanya di bawah 5 GT.

"Karena nelayan tradisional dengan bobot kapal di bawah 5 GT tidak menjadi subyek PP 85 tentang PNBP ini," imbuh dia.

Karena itu, menurutnya, penolakan tidak benar-benar murni dari nelayan tradisional, melainkan pelaku usaha dan para buruh perusahaannya. Pasalnya, aturan baru PNBP perikanan justru banyak menyasar kalangan ini.

"Makanya coba dicek apakah mereka nelayan dalam arti nelayan tradisional, nelayan lokal, atau nelayan berskala kecil ala one day shipping? Mereka nelayan dalam arti buruh kapal ikan atau ABK," katanya.

Lebih lanjut, Wahyu menduga kalangan ini menolak aturan baru soal PNBP sektor perikanan karena selama 11 tahun terakhir perhitungan pungutan hasil perikanan (PHP) tidak pernah diubah, namun kini ada formula baru yang diterapkan.

Formulanya memperhitungkan indikator komposisi hasil tangkapan, produktivitas tangkapan, hingga patokan harga ikan (PHI). Di sisi lain, ia menekankan aturan baru soal PNBP sejatinya sangat perlu.

Sebab, proyeksi nilai usaha perikanan tangkap mencapai Rp242 triliun. Tapi, setoran PNBP selama ini cuma Rp600 miliar atau 0,5 persennya saja kepada negara.

Sebelumnya, penolakan aturan baru PNBP perikanan datang dari berbagai kelompok yang mengaku nelayan di sejumlah daerah di Indonesia.

Salah satunya datang dari Himpunan Nelayan Purse Seine Nusantara yang kemudian menggelar aksi demo dan penghentian operasional di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara pada Rabu (29/9) kemarin.

"Kami keberatan dengan diterbitkan PP 85 Tahun 2021 yang menaikkan pungutan hasil perikanan tarif PNBP hingga 400 persen. Ini menimbulkan dampak yang luar biasa dan merugikan para pelaku usaha dan nelayan di Indonesia," ungkap Ketua Himpunan Nelayan Purse Seine Nusantara James Then dalam keterangan resmi yang diterima redaksi.

Aksi demo lain juga dilakukan nelayan dan pengusaha di Kota Probolinggo, Jawa Timur di Pelabuhan Mayangan. Mereka meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengkaji ulang PP tersebut.

"Kami nelayan kecil dan pengusaha penangkap ikan dirugikan dengan peraturan PP 85 Tahun 2021. Kami pelaku usaha di laut berharap dikaji ulang PP tersebut," ujar Syafii, salah satu pendemo seperti dikutip dari detik.com.

[Gambas:Video CNN]



(aud/uli)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER