PT Pefindo Biro Kredit menyatakan tingkat pengecekan kualitas kredit oleh nasabah meningkat pada tahun ini dibandingkan tahun lalu. Peningkatan didorong oleh pengecekan kualitas kredit nasabah perusahaan pembiayaan (multifinance) yang ingin membeli mobil di tengah kebijakan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dari pemerintah yang berlaku sepanjang tahun ini.
"Itu (pengecekan kualitas kredit karena mau membeli mobil) cukup mendominasi, khususnya setelah PPnBM digratiskan. Permintaan atas informasi kredit penjualan mobil naik cukup signifikan," kata Direktur Utama Pefindo Biro Kredit Yohanes Abimanyu saat bincang virtual bersama media, Kamis (21/10).
Menurut Yohanes, nasabah jadi 'getol' memeriksa kualitas kreditnya agar ketika mengajukan pembiayaan untuk membeli mobil ke multifinance, mereka bisa langsung lolos. Bila tidak lolos, mereka bisa bernego dengan multifinance menggunakan rekam jejak kredit mereka sebagai pertimbangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain karena ingin membeli mobil, Pefindo Biro Kredit turut mencatat peningkatan pengecekan kualitas kredit oleh nasabah saat ingin mengajukan kredit ke bank dan pembiayaan ke multifinance dalam rangka membeli elektronik. Begitu pula dengan perlengkapan kebutuhan rumah tangga yang lain, seperti furnitur.
"Informasi yang kami terima, banyak juga yang melakukan pengecekan untuk kredit konsumsi, misal beli elektronik," imbuhnya.
Nasabah, sambungnya, juga kerap memeriksa kualitas kredit mereka saat ingin meminjam dana ke fintech atau pinjaman online (pinjol) legal alias berizin di OJK.
"Yang cukup besar juga adalah cash loan, ini ke fintech peer-to-peer (pinjol)," terangnya.
Cek ke BPJS Ketenagakerjaan hingga DJP
Yohanes mengatakan Pefindo Biro Kredit menghimpun informasi mengenai kualitas kredit calon nasabah dan nasabah lembaga keuangan tidak hanya melalui data-data di lembaga terkait saja, namun juga institusi lain. Misalnya, BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan telekomunikasi atau provider, hingga Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
"Jadi kita gunakan data alternatif juga, khususnya bagi masyarakat yang belum punya kredit, 'ini mereka bagaimana sih profilnya?' dan yang belum terhubung dengan bank. Jadi kita pakai big data," terangnya.
Pertama, BPJS Ketenagakerjaan, hal ini dilakukan untuk melihat profil calon nasabah dari sisi pekerjaannya, penghasilannya, tempat bekerja, hingga apakah tempat kerjanya rajin membayar iuran kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam membangun profil kredit calon nasabah, sehingga bisa dipertimbangkan oleh lembaga keuangan ke depan.
Kedua, provider. Kebetulan saat ini, Pefindo Biro Kredit telah bekerja sama dengan XL Axiata dan Indosat Ooredoo, di mana kedua provider memiliki lebih dari 100 juta pengguna atau setara setengah populasi masyarakat Indonesia.
"Kenapa pakai perusahaan telko? Karena masyarakat Indonesia pengguna telkonya lebih banyak daripada jumlah populasinya. Dari situ bisa kita lihat profil penggunaan HP-nya seperti apa, misalnya top up-nya berapa, pembayarannya berapa," katanya.
Ketiga, DJP. Hal ini dilakukan untuk melihat rekam jejak pembayaran pajak dan laporan perpajakan calon nasabah. Hal ini juga bisa menjadi pertimbangan bagi lembaga keuangan bila sewaktu-waktu mau memberi kredit ke yang bersangkutan.
(uli/agt)