PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyatakan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp3,4 triliun.
Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengungkapkan pinjaman itu untuk pembayaran base equity capital atau kewajiban modal dasar dari konsorsium.
"Masuknya investasi pemerintah melalui PMN kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku pemimpin konsorsium (leading consortium) kereta cepat Jakarta-Bandung bisa mempercepat penyelesaian pengerjaan proyek setelah sempat tersendat akibat pandemi Covid-19," ujar Dwiyana dalam keterangan yang dikutip dari Antara, Senin (1/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Selain itu, perusahaan juga mendapatkan komitmen pendanaan dari China Development Bank (CDB) diperkirakan sekitar US$4,55 miliar atau Rp64,9 triliun.
Dwiyana menerangkan 75 persen dari nilai proyek KCJB dibiayai oleh China Development dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium. Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia selaku pemegang saham mayoritas.
Artinya, pendanaan dari konsorsium Indonesia sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, tanpa jaminan dari pemerintah.
Kereta cepat Jakarta-Bandung masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibangun melalui kerja sama Indonesia dan China. Saat ini, progres pembangunan proyek kereta cepat sudah mencapai lebih dari 79 persen.
"Rangkaian kereta atau Electric Multiple Unit (EMU) untuk proyek tersebut sudah memasuki tahap produksi di pabrik China Railway Rolling Stock Corporation (CRRC) Sifang di Qingdao, China, dengan sistem manajemen mutu terstandardisasi internasional ISO 9001," kata Dwiyana.
Sebelumnya, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya mengatakan kebutuhan investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak dari US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) menjadi US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun.
Estimasi ini sedikit turun dari perkiraan awal pembengkakan mencapai US$8,6 miliar atau Rp122,8 triliun.Hal ini karena perusahaan disebut melakukan efisiensi, seperti memangkas biaya, pembangunan stasiun, dan lainnya.
Namun, ia menyebut kebutuhan investasi proyek akan meningkat karena Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp4,3 triliun.
Padahal, setoran itu seharusnya dilakukan sejak Desember 2020. Jumlah itu belum termasuk estimasi tanggung jawab sponsor dalam membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar Rp4,1 triliun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengalokasikan dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk proyekkereta cepat Jakarta-Bandung.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.