Para pelaku UMKM di Bali masih merasakan betul dampak pandemi Covid-19 yang sangat memukul usaha mereka. Tak terkecuali Made Sri Rahayu yang sempat menjalani usaha bidang fesyen. Hilangnya wisatawan yang melancong ke Bali seakan membuat Pulau Dewata seperti kota mati.
Baru saja memulai usahanya di bidang fesyen pada 2019, Sri sudah menjadi pelaku UMKM yang terdampak pandemi. Ia mengaku sudah membeli beberapa alat-alat untuk produksinya yaitu mesin jahit tipikal dan mesin obras yang dibeli seharga Rp9 jutaan. Belum lagi alat-alat untuk menunjang produksinya yang menghabiskan Rp20 juta pada saat ia memulai usaha.
"Tapi mulai Maret, itu kan udah mulai masuk pandemi. Pandemi naik, usaha fesyen mulai surut. Yang jahit juga jarang. Orang beli baju hampir nggak ada. Akhirnya saya diam. Usaha fesyen saya hentikan," kata Sri dikutip dari acara Blu Ways, Kamis (11/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri tak mau menyerah. Ia pun mencari cara untuk tetap bertahan demi memenuhi pendapatan ekonominya. Dorongan pun datang dari berbagai pihak untuk mencari ide bisnis baru. Didukung anaknya, Sri Rahayu banting setir menjadi seorang pengusaha kuliner.
Sri memulai usahanya dengan menjual donat yang dibanderol Rp2.000. Ia memanfaatkan media sosial untuk menjual. Gayung bersambut, donat yang ia jual disambut oleh publik dengan banyaknya pesanan yang berdatangan.
"Saya awalnya itu mulai bikin donat, kemudian saya kasih ke anak-anak, dikomenlah katanya enak. Akhirnya isenglah saya upload di facebook dan instagram dan ada yang minat. Mereka pun review bilang enak. Akhirnya dari mulut ke mulut dan dari media sosial akhirnya saya dapat orderan," katanya.
Sri berencana memperluas usahanya dengan membuka sebuah kafe kecil di halaman rumahnya. Ia sadar untuk membuka sebuah kafe dibutuhkan modal yang tidak kecil.
Setelah tanya sana-sini, Sri mendapatkan informasi dari Koperasi Krama Bali tentang pembiayaan ultra mikro dari Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP).
Tak butuh waktu lama, Sri mendapatkan salah satu manfaat dari program tersebut yaitu pendampingan UMKM dari lembaga peminjam. Pendampingan yang diberikan berupa kunjungan ke tempat usaha, pemberian motivasi, serta membuka kesempatan untuk mendapatkan pelatihan kewirausahaan.
Dia merasa, berkat pendampingan tersebut ia lebih termotivasi untuk berusaha, sebab pendampingan tersebut memberikan dorongan agar Sri Rahayu memajukan usahanya. Sri juga kerap diberikan pelatihan UMKM secara online.
"Itu ada pelatihan dan saya memang ikut di sana. Jadi, ada beberapa dari pembicara yang lebih ke usaha kuliner itu bergabung semuanya, saya ikut di sana. Saya sangat senang, karena saya sering mengajukan pertanyaan, bahkan narasumber juga sudah hafal dengan saya," tuturnya.
Sri kemudian menjadi salah satu debitur yang mendapatkan relaksasi kredit yang diberikan oleh Koperasi Krama Bali selama 6 bulan. Ia diberikan kemudahan untuk mengangsur pinjaman dengan hanya membayarkan bunganya saja.
Dia juga didampingi oleh seseorang dari Koperasi Krama Bali yaitu Ni Putu Dewi Komalasari. Lewat Dewi juga Sri mengetahui pemberian modal yang diberikan lewat program pembiayaan UMi dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP).
Dewi mengatakan pihaknya sering memberikan pendampingan berupa motivasi dan juga pemasaran. Dalam hal motivasi, Dewi bersama timnya terjun langsung ke debitur UMi dengan menanyakan kendala-kendala selama berbisnis.
"Kita juga memberikan semangat dan juga ide-ide untuk meningkatkan usaha mereka," ujar Dewi.
Sejak 2019 hingga 2021, ada sekitar 118 debitur penerima manfaat pembiayaan dari UMi dari Koperasi Krama Bali. Sebanyak 42 debitur di antaranya terpilih untuk mendapatkan relaksasi peminjaman di 2020.
Adapun proses pengajuan pembiayaan dari UMi PIP sangatlah mudah serta pencairannya sangat cepat. Bahkan pinjaman dari BLU PIP tidak membutuhkan jaminan sehingga memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya.
Program ini merupakan tahapan lanjutan dari program sebelumnya yaitu program bantuan sosial menjadi program bantuan usaha. Program tersebut menyasar usaha mikro yang berada di lapisan terbawah yang belum tersentuh fasilitas perbankan lewat program kredit usaha rakyat (KUR).
Untuk menyalurkan bantuan yang sudah berjalan sejak 2017 ini, pemerintah menunjuk BLU PIP di bawah naungan Kementerian Keuangan. PIP bekerja sama dengan 3 lembaga usaha untuk menyalurkan dana langsung ke debitur.
Sementara itu, Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah Ririn Kadariyah mengatakan melalui program tersebut, pemerintah melayani para pelaku usaha yang masih berada di cakupan ultra mikro. Ia menjelaskan ada perbedaan dari pembiayaan KUR dengan UMi.
"Kalau KUR itu kita dananya dari perbankan dan pemerintah memberikan subsidi. Sedangkan untuk pembiayaan ultra mikro itu pendanaannya dari pemerintah dan kita menyalurkannya melalui lembaga keuangan bukan bank, karena masyarakat yang kita layani belum bankable," ungkap Ririn.
(osc)