Kemiskinan di DIY Susah Turun Bila Ukurannya Belanja Masyarakat

Plt Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Miyono mengungkapkan tingkat kemiskinan di daerah tersebut sulit untuk diturunkan. Pasalnya, tolak ukur kemiskinan RI dilihat dari tingkat pengeluaran, bukan penghasilan.

Menurut dia DIY bakal sulit keluar dari provinsi miskin karena tingkat pengeluaran masyarakatnya yang rendah. Hal ini disebabkan banyak bahan makanan pokok yang ditanam sendiri.

"Selama faktor untuk menghitung itu tidak berubah, sulit menurunkan kemiskinan di Yogyakarta karena diukurnya itu menggunakan pengeluaran," ujarnya pada Media Gathering Bank Mandiri di Yogyakarta, Kamis (16/12).

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, jumlah penduduk miskin di provinsi tersebut sebanyak 503,14 ribu penduduk atau 12,8 persen dari total penduduk. Angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 10,14 persen untuk periode sama.

Bila melihat lebih rinci, tercatat penduduk miskin di wilayah perkotaan DIY meningkat sebanyak 5.500 orang menjadi 358,66 ribu orang. Adapun penduduk miskin di wilayah perdesaan berkurang sebanyak 2.100 orang menjadi 147,8 ribu orang untuk periode sama.

Sedangkan indeks kedalaman kemiskinan meningkat menjadi 2,420 dan indeks keparahan kemiskinannya meningkat menjadi 0,649.

Dari hasil penghitungan Susenas Maret 2021, BPS mencatat garis kemiskinan di Yogyakarta sebesar Rp482.855 per kapita per bulan.

Sementara garis kemiskinan makanan tercatat sebesar Rp350.007 per kapita per bulan dan garis kemiskinan bukan makanan.

"Orang Yogyakarta kalau pengeluaran misalnya yang di Sleman, Bantul, Gunung Kidul, mau sambel, bawang, semua ada. Jadi pengeluarannya kecil," jelas Miyono.