Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memproyeksikan total ekspor RI sepanjang tahun ini tembus rekor US$230 miliar setara Rp3.271,52 triliun (kurs Rp14.224) Hingga November, ekspor RI tercatat senilai US$209 miliar.
Lutfi menyebut angka tersebut sekaligus memecahkan rekor tertinggi tahunan sebelumnya yang senilai US$203,5 miliar pada 2011 silam.
"Bayangkan kalau ini konsisten Desember dengan 11 bulan pertama, artinya Indonesia akan menembus US$230 miliar," katanya pada seremoni pelepasan ekspor akhir tahun 2021, Kamis (23/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak heran, Lutfi gembira karena neraca perdagangan RI menjadi surplus neraca. Padahal, kata dia, biasanya neraca dagang Indonesia kerap defisit karena tertekan impor minyak dan gas (migas).
Lutfi memproyeksikan defisit migas tahun ini bakal menembus US$12 miliar. Namun, dengan perkiraan ekspor produk non-migas sebesar US$45 miliar, maka ia optimistis tahun ini neraca dagang RI bakal surplus setidaknya US$37 miliar.
Ia merincikan dari data 2011 lalu, tiga dari lima produk komoditas yang diekspor non-migas adalah komoditas primer atau barang pertambangan, yaitu batu bara, karet dan bijih logam.
"Tahun ini, pertumbuhan sudah berevolusi jadi bahan industri, Ada CPO dan barang turunannya, besi baja. 10 tahun lalu kita tidak bayangkan Indonesia akan jadi negara super power di besi baja, elektronik, dan yang selalu jadi pujaan saya adalah otomotif," terang Lutfi.
Selain itu, ia menyebut faktor penyumbang surplus neraca dagang Indonesia adalah disiplin hilirisasi. Ia menyebut hilirisasi membuat produk pertambangan RI jadi bernilai tinggi karena tidak lagi dikirim dalam bentuk mentah atau setengah jadi.
Pada tahun lalu, Indonesia mengekspor US$10,68 miliar produk besi baja dengan 60 persennya menyasar ke pasar China. Lutfi menyebut pertumbuhan ekspor besi baja saat ini sudah menembus 98 persen dan ia optimistis sampai akhir tahun ekspor besi baja bakal mencapai US$20 miliar.
Pada kesempatan tersebut Lutfi tjuga melepas ekspor akhir tahun Indonesia yang bernilai US$2,44 miliar atau setara Rp35,03 triliun dari 278 perusahaan.
Dari total tersebut 54 persahaan atau sekitar 19 persen di antaranya merupakan usaha kecil (UKM) dengan nilai ekspor setara US$5,56 juta atau setara Rp79,7 miliar. Produk yang dipasarkan pun beragam dari produk perikanan dan kelautan, furnitur, makanan olahan, rempah, tekstil, dan lain-lain.