Nielsen: Transaksi Belanja Harbolnas Naik 56 Persen, Tembus Rp18,1 T

CNN Indonesia
Rabu, 29 Des 2021 17:30 WIB
NielsenIQ mencatat nilai transaksi belanja pengguna e-commerce saat harbolnas menembus Rp18,1 triliun pada 2021 atau naik 56 persen dari tahun lalu. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

NielsenIQ mencatat nilai transaksi belanja pengguna e-commerce di gelaran hari belanja online alias harbolnas tembus Rp18,1 triliun pada 2021. Nilainya naik 56 persen dari Rp11,6 triliun pada 2020.

Direktur Nielsen Indonesia Rusdy Sumantri mengatakan nilai transaksi meningkat karena jumlah pengguna internet di Indonesia naik 32 persen dari 34 juta pada 2020 menjadi 45 juta orang pada 2021. Hal ini membuat jumlah pembeli online atau pengguna e-commerce melesat 88 persen dari 17 juta menjadi 32 juta orang pada periode yang sama.

"Kenaikan internet users dan online shoppers terjadi karena kita mengalami PSBB sampai PPKM yang membuat kita banyak melakukan aktivitas di rumah sejak 2020. Mobilitas di dalam kota jadi terhambat dan mengubah behaviour konsumen," ungkap Rusdy di konferensi pers virtual, Rabu (29/12).

Selain itu, menurutnya, minat belanja pada masa harbolnas naik karena pengguna e-commerce menunggu gratis ongkir alias ongkos kirim mencapai 80 persen. Bebas ongkir utamanya berlaku untuk pengiriman barang dengan durasi 2-3 hari.

Bila ada ongkir pun, sambungnya, besaran pengeluaran pembeli cenderung turun pada tahun ini. Tercatat, rata-rata biaya ongkir e-commerce turun sekitar Rp2.000 menjadi Rp17 ribu per transaksi untuk wilayah Jawa. Begitu juga untuk luar Jawa, turun Rp2.000 menjadi Rp29 ribu per transaksi.

Tak hanya karena ongkir, peningkatan nilai transaksi belanja saat harbolnas juga didukung daya tarik terhadap tawaran uang kembali (cashback) 33 persen, diskon 73 persen, dan voucer 28 persen.

Rusdy mengatakan secara volume transaksi, belanja saat harbolnas naik 7,4 kali dari pembelian konsumen di e-commerce pada hari biasa.

Berdasarkan jenis pembeli, Rusdy mengatakan nilai transaksi belanja saat harbolnas didominasi oleh 97 persen pembeli tetap di e-commerce. Jumlahnya meningkat 5,5 persen dari tahun lalu.

Dari jenis barang, pembelian terbanyak saat harbolnas masih didominasi oleh produk fesyen yang mencapai 80 persen. Namun, pertumbuhan pembeliannya turun 1 persen dari 2020.

Selanjutnya, pembelian produk terbanyak berupa kosmetik 53 persen, produk perawatan pribadi seperti untuk kulit (skin care) 40 persen, makanan dan minuman 38 persen, dan pembayaran tagihan atau isi ulang pulsa 36 persen. Berbagai jenis barang ini tumbuh positif pada harbolnas tahun ini, masing-masing naik 3 persen, 4 persen, 3 persen, dan 6 persen.

Pembelian yang juga tumbuh adalah kebutuhan pokok naik 4 persen dan pemesanan tiket perjalanan 1 persen. Sementara pembelian yang turun, yakni barang-barang teknologi dan gadgets sekitar 2 persen, elektronik 1 persen, buku 1 persen, dan hiburan 3 persen.

Berdasarkan karakter pembeli, Rusdy menyatakan mayoritas sekitar 86 persen sudah berencana belanja pada masa harbolnas. Dari 86 persen ini, sekitar 59 persennya sudah tahu mau beli apa.

Sementara 27 persen sudah berencana tapi belum tahu produknya. Sisanya, 14 persen tidak punya rencana.

"Tapi mungkin mereka buka aplikasi e-commerce saat harbolnas, mereka terpengaruh dan belanja. Ini biasanya karena promo di hari H, sehingga menjadi daya tarik untuk menangkap impulsive shopper," terangnya.

Dari segi saluran pembayaran, mayoritas menggunakan dompet digital dari e-commerce mencapai 65 persen. Sisanya, bayar langsung (cash on delivery/COD) 29 persen, virtual account bank 25 persen, dompet digital bank 21 persen, mobile banking 19 persen, dan internet banking 14 persen.

Berdasarkan waktu belanja, mayoritas pengguna e-commerce belanja pada pukul 12.00-15.00 sebanyak 34 persen, 15.00-18.00 31 persen, dan 09.00-12.00 30 persen. "Tapi tidak sedikit juga yang belanja di tengah malam demi mendapatkan promonya," imbuhnya.

Di sisi lain, Rusdy turut membagi prospek belanja pengguna e-commerce pada harbolnas tahun depan. Menurutnya, peningkatan masih mungkin terjadi seiring dengan tingginya minat belanja pengguna meski mobilitas mereka mungkin bisa lebih longgar pada tahun depan.

"Sebenarnya online shopper kita pelaku belanja online dan offline. Artinya, ketika mobilitas naik bisa memberi kesempatan mereka untuk belanja offline, tapi channel belanja online tetap akan jadi pilihan juga," pungkasnya.



(uli/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK