PERISKOP

Meneropong Bisnis Startup di Tahun Macan Air

CNN Indonesia
Rabu, 05 Jan 2022 08:42 WIB
Bisnis startup menjamur beberapa tahun terakhir. Tetapi, seiring perkembangannya, banyak juga startup yang gulung tikar. (Istockphoto/ismagilov).
Jakarta, CNN Indonesia --

Startup atau perusahaan rintisan menjamur beberapa tahun terakhir ini. Tak main-main, jumlahnya bahkan mencapai ribuan perusahaan yang banyak dirintis oleh anak-anak muda, bahkan milenial.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebut jumlah startup di Indonesia telah menembus 2.000 perusahaan. Dari perusahaan sebanyak itu, Wimboh melihat potensi transaksi dapat mencapai US$124 miliar atau setara Rp1.759 triliun (kurs Rp14.189 per dolar) dalam 3 tahun mendatang.

"Jumlah startup di Indonesia luar biasa sekarang ini, ada 2.319 startup, 8 unicron, 1 decacorn. Selain itu juga, potensi transaksi nilai digital luar biasa. Pada 2025 diperkirakan US$124 miliar," kata Wimboh dalam Indonesia Fintech Summit 2021, Sabtu (11/12).

Berdasarkan jumlah dan nilai tersebut, ia mengklaim pertumbuhan perusahaan rintisan di Indonesia menjadi yang termaju di Asia. Namun, patut diingat, lahirnya startup bukan tanpa masalah.

Segudang pekerjaan rumah masih harus diselesaikan perusahaan-perusahaan 'kemarin sore' ini. Sebagai contoh, Fabelio, startup furnitur rumah, dikabarkan tidak bisa membayar gaji karyawan sejak September lalu.

Hal ini terungkap setelah sebuah petisi yang mengatasnamakan Karyawan Fabelio menyatakan perusahaan sudah beberapa bulan tidak menggaji karyawan di level 5. "Kami sebagai karyawan ingin menuntut hak kami!," tulis akun Karyawan Fabelio, dikutip dari Change.org, Selasa (14/12).

Petisi semakin diperkuat oleh sebuah sumber redaksi yang bekerja di marketplace tersebut dan membenarkan kondisi yang ada. "Saya hanya bisa mengomentari bagian yang belum digaji itu benar," kata sumber tersebut kepada CNNIndonesia.com, Selasa (14/12).

Tidak hanya Fabelio, UangTeman, startup pinjaman online (pinjol) juga mengalami hal serupa. Karyawan dan eks karyawan tak hanya menuntut gaji, namun juga menuntut pajak, iuran BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan.

"Sampai saat ini juga belum ada klarifikasi kepada kami, kenapa gaji kami belum dibayarkan? Pihak perusahaan juga tak pernah mengumumkan, apakah akan bangkrut atau terus berjalan? Termasuk, pengumuman kapan gaji dibayarkan," tulis petisi tersebut.

Ironinya, kasus ini justru muncul di saat masyarakat banyak menggunakan pinjol sebagai alternatif keuangan di tengah pandemi. Hingga Oktober 2021, realisasi outstanding dari pinjol diketahui telah mencapai Rp27,5 triliun atau naik 57,49 persen secara tahun berjalan.

Tak cuma startup baru, perusahaan rintisan sekelas unicorn juga tidak luput dari ancaman. Pada 2020, Tokopedia dilaporkan mengalami peretasan dan mengakibatkan 91 juta data pengguna dan 7 juta data merchant dijual di dark web.

Tidak main-main, pelaku peretasan bahkan menjual data pribadi pengguna, seperti email, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor handphone, dan password yang masih tersandi. Data dijual dengan tarif US$5.000 atau setara Rp70 juta.

Lantas, apakah bisnis startup masih menjanjikan pada tahun depan?

Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan prospek bisnis perusahaan rintisan masih menjanjikan pada tahun depan. Ia melihat potensi dan peluang yang ada masih terbuka lebar bahkan pasca pandemi.

"Kalau dilihat potensinya masih menjanjikan. Dari sisi konsumen, masyarakat Indonesia semakin adaptif dengan dunia digital. Dari segi peluangnya tetap akan bagus dan meningkat karena ekosistem startup secara keseluruhan mengalami percepatan akibat pandemi," kata Eko kepada CNNIndonesia.com, Rabu (22/12).

Menurutnya, ekosistem startup mengalami percepatan akibat dorongan pasar yang menghendaki pasar online untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selama beraktivitas di rumah.

Namun, startup dinilai tidak bisa hanya mengandalkan kehendak pasar untuk bertumbuh, peran pemerintah dinilai penting untuk memaksimalkan keberadaan perusahaan rintisan ini. Pemerintah dapat mendukung keberadaan startup dengan menyediakan penguatan dan pemerataan internet di Tanah Air.

Selain itu, wacana untuk mendigitalisasikan usaha kecil juga harus ditindaklanjuti dengan memberikan pembiayaan agar pengusaha kecil dapat bertahan dan mendapat pelatihan.

Ke depan, menurutnya, startup yang akan berkembang ialah perusahaan yang mampu menjawab masalah di masyarakat dan isu global. Bisnis yang dimaksud dapat berupa pesan antar seperti makanan dan minuman, serta perusahaan berbasis green technology yang mampu menggaet investor masuk.

Ekonom Indef Aviliani menilai startup bisa saja hanya menjadi tren yang berkembang dalam kurun waktu tertentu. Menurutnya, tidak mungkin jumlah startup yang mencapai ribuan mampu bertahan semuanya.

"Jadi masalah mereka kan tidak punya aset, sehingga mereka lebih punya platform nya. Kalau gitu mereka harus main di volume, jadi volume yang tidak besar akan sulit untuk bertahan. Startup akan ada eranya, bermunculan banyak dan pada saatnya akan terseleksi secara alam. Kenapa, karena mereka yang bertahan ialah yang mampu memperbesar volume," imbuhnya.

Masalahnya, sambung dia, banyak di antara startup saat ini hanya mengandalkan strategi bakar uang untuk menggaet pengguna baru. Strategi bakar uang yang berkepanjangan dinilai tidak akan sehat bagi startup ke depan.

"Kalau awalnya dikasih diskon, ibaratnya bakar uang, tapi kan bakar uang kan ada habisnya. Begitu sudah tidak bakar uang, tapi harus hasilkan keuntungan sering kali disini masalahnya, karena keuntungan belum bisa diperoleh sedangkan permodalan diberhentikan oleh investor," ucapnya.

Untuk menghadapi masalah tersebut, Aviliani melihat tidak jarang aksi korporasi perusahaan rintisan dilakukan, seperti merger atau akuisisi, guna mendorong volume perusahaan semakin besar.

Sebut saja, merger antara PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Gojek dengan Tokopedia yang kini bernaung di satu payung yang sama, yakni GoTo.

"Jadi tahun depan, ada yang tumbuh dan akan ada yang hilang. Pada akhirnya, akan dimiliki grup-grup perusahaan yang kuat permodalan dan punya ekosistem. Tanpa ekosistem mereka juga hidupnya susah," jelasnya.

Lebih lanjut Aviliani menuturkan ekosistem menjadi juru kunci bagi keberadaan startup untuk tetap memanaskan tungku produksinya. Dia menilai perusahaan rintisan tidak bisa selamanya bersaing, kecuali berkolaborasi untuk meningkatkan pangsa pasar, memperkuat modal, serta investasinya.

Terkait investasi, ia menilai Indonesia menjadi negara yang masih dilirik investor asing lantaran memiliki kekuatan pasar yang besar.

Selain itu, dibandingkan negara berkembang lain seperti China dan India, regulasi di Indonesia dinilai masih belum seketat kedua negara tersebut.

Wajar, apabila investor asing masih tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Di lain sisi, pemerintah melalui Kementerian BUMN, sepertinya tidak mau kalah untuk mendanai startup karya anak bangsa melalui Merah Putih Fund.

Ia juga mengingatkan agar permodalan yang digelontorkan induk perusahaan pelat merah tersebut harus memiliki strategi yang matang, sehingga tidak kalah saing dengan permodalan yang datang dari perusahaan atau lembaga pendanaan asing.

"Jadi menurut saya, kalaupun BUMN mau melakukan itu, sangat tergantung apakah bisa kompetitif gak? Kalau strategi kalah dengan asing gak bisa apa-apa juga. Jadi jangan hanya euforianya saja gitu," katanya.

Perusahaan rintisan juga tidak terlepas dari tantangan ke depan, seperti kejahatan siber, peran telekomunikasi, kerja sama antar lembaga, perlindungan konsumen, hingga pendanaan hijau (green financing).

"Jadi menurut saya regulasi telekomunikasi harus ketat, kalau buat saya ini seperti bank, kalau gak (dijaga ketat), maka kejahatan bisa saja lewat telekomunikasi. Kalau itu tidak diatur penipuan akan terus terjadi," tutupnya.

(fry/bir)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK