ANALISIS

Mengawal Subsidi Minyak Goreng yang Rawan Salah Sasaran

Wella Andany | CNN Indonesia
Kamis, 06 Jan 2022 07:00 WIB
Ekonom mengingatkan pemerintah untuk mengawasi penyaluran subsidi minyak goreng Rp14 ribu per liter agar tidak salah sasaran. Berikut ulasannya.
Ekonom mengingatkan pemerintah untuk mengawasi penyaluran subsidi minyak goreng Rp14 ribu per liter agar tidak salah sasaran. Ilustrasi. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono).

Rawan Salah Sasaran

Selain kurang kuota, permasalahan lainnya yang ia lihat adalah bagaimana mengawal atau mengawasi penyaluran agar anggaran tak salah sasaran. Ia menilai secara teknis lebih mudah menyalurkan subsidi ke minyak goreng kemasan buatan pabrik karena jumlah subsidi bisa dilacak dari kode produksinya.

Tapi masalahnya, sambung Rusli, kebanyakan masyarakat kelas bawah yang paling membutuhkan subsidi mengkonsumsi minyak curah dari pasar tradisional atau warung dekat rumah.

Hal tersebut ia nilai menjadi dilema pemerintah. Jika subsidi diberikan ke masyarakat lewat minyak curah, menurut Rusli, bakal susah memastikan anggaran tidak disalahgunakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melihat itu, ia pun mewanti-wanti pemerintah agar kebijakan tak justru menguntungkan kelas menengah dan meninggalkan rakyat kecil yang tidak mengkonsumsi minyak goreng kemasan.

Dia juga mengingatkan pemerintah untuk secara berkala mengecek harga minyak goreng di pasar selama kebijakan berlangsung mengingat bisa saja pedagang mengambil untung dan menjual di atas Rp14 ribu per liter meski sudah disubsidi.

Terlebih, Ramadan tiba dalam beberapa bulan ke depan dan konsumsi bakal melonjak. Kondisi itu bisa menjadi alasan pedagang untuk menaikkan harga minyak goreng.

"Kalau ada yang di atas itu kan berarti ada penyalahgunaan, mungkin ada oknum yang bermain misal menjual harga Rp15 ribu atau Rp16 ribu. Tinggal bagaimana pemerintah membuka info seluas-luasnya untuk membuka ruang pengaduan," jelas Rusli.

Sepaham, Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal menilai subsidi mestinya dipastikan untuk menyasar ke masyarakat paling bawah yang selama ini masih mengkonsumsi minyak curah.

Ia khawatir jika yang disubsidi berbentuk minyak kemasan, nantinya malah masyarakat menengah yang jadi penerima utama.

Faisal juga menekankan agar Kementerian Perdagangan mengawasi ketat harga di pasar selama implementasi untuk memastikan subsidi tidak diambil distributor atau perusahaan.

"Mestinya ketika subsidi diberikan tidak boleh ada harga minyak di atas Rp14 ribu," kata dia.

Ia juga menekankan agar pemerintah tak memberikan perlakuan khusus (special treatment) ke pengusaha atau pabrik tertentu yang punya kedekatan dengan oknum pemerintah.

"Harus memastikan tidak ada special treatment, jadi tidak diberikan hanya ke perusahaan tertentu yang punya kedekatan dengan pemerintah saja untuk memastikan adil subsidi tidak dikuasai oleh oligarki atau elit tertentu yang punya kedekatan dengan pemerintah," terang Faisal.

Lebih jauh, ia melihat kebijakan ini hanya menjadi solusi jangka pendek saja. Di balik melambungnya harga minyak goreng dalam negeri, ia melihat ada permasalahan yang lebih besar, yaitu lemahnya daya tawar Indonesia sebagai negara produsen CPO nomor 1 dunia.

Ia mengatakan seharusnya RI bisa punya harga minyak goreng yang stabil. Hal tersebut, kata dia, bisa dilakukan jika pemerintah menetapkan kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) minyak sawit mentah seperti yang diberlakukan untuk komoditas batu bara.

Faisal mengatakan pemerintah harus mengintervensi karena pengusaha tentu lebih senang menjual CPO ke luar negeri dengan harga acuan tinggi. Jika tak dipaksa, ia melihat polemik harga minyak goreng masih akan menghantui.

"Walau harga internasional tinggi, tapi semestinya kita bisa mengatur pasokan dalam negeri dengan memastikan pasokan dalam negeri terpenuhi dulu agar harga bisa lebih murah," tutupnya.



(sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER