Penumpang Keberatan Kalau Tarif KRL Naik Jadi Rp5.000
Sejumlah penumpang reguler keberatan jika tarif kereta rel listrik (KRL) Commuter Line naik dari Rp3.000 menjadi Rp5.000 per 25 kilometer (Km) pertama.
Alifia Amri (21) sudah menggunakan KRL sejak ia berkuliah di sebuah kampus di Depok. Pada masa pandemi pun ia masih menggunakan moda transportasi umum itu jika ada keperluan ke kampus.
"Udah lebih dari dua kali ke Pondok Cina (pake KRL), bolak-balik biasanya Rp6.000," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/1).
Lihat Juga : |
Sebagai anak kereta (anker), Alif mengaku kaget saat mendengar Kemenhub mengusulkan agar ongkos KRL naik. Pasalnya, pemasukannya berkurang di kala pandemi.
"Merasa kecewa, sama sekali enggak setuju bila ongkos KRL naik sekali jalan jadi Rp 5.000. Aku keberatan apalagi saat pandemi seperti ini pemasukanku kurang sekali," kata Alif.
Senada, Joan (22) juga memprotes usulan tersebut. Selama ini, ia menggunakan KRL pulang-pergi dari kantor magangnya.
"Dulu buat ke kampus, atau kalau mau ketemuan sama teman, sekarang karena magang gue selalu pake kereta juga." ujarnya.
Ia biasa menghabiskan Rp6.000 hingga Rp13.000 dalam sehari untuk berpergian. Sebab, ia terkadang harus transit di stasiun lain yang menambah Rp5.000 pada ongkos perjalanan.
Joan merasa kenaikan tarif KRL akan memberatkan karena mengurangi uang sakunya sehari-hari yang belum berpenghasilan tetap.
"Aduh jangan dong, angkutan publik jangan mahal. Sudah senang banget bisa mobilisasi murah, nyaman, dan cepat. Apalagi aku masih mahasiswa dan belum berpenghasilan jujur ongkos perjalanan jadi berat banget kalo naik mobil/motor/gojek/gocar," ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengusulkan kenaikan tarif KRL sebesar Rp2.000 untuk 25 Km pertama. Besaran kenaikan itu berdasarkan hasil survei dan masih didiskusikan.
Berdasarkan bahan paparan Ditjen Perkeretaapian Kemenhub, rencana kenaikan tarif KRL akan diberlakukan pada 1 April 2022.