Bank BJB Rangkul Bank Bengkulu untuk Perkuat Bisnis dan Ekosistem
Bank BJB bersinergi dengan Bank Bengkulu untuk mengembangkan usaha kedua belah pihak sebagai bentuk implementasi Peraturan OJK No. 12/2021.
Sebagaimana diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merubah pengelompokan perusahaan perbankan dari sebelumnya Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) menjadi Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI). Pengelompokan ini berlaku untuk seluruh bank umum, kantor cabang bank luar negeri (KCBLN) serta bank umum syariah.
Perubahan kategorisasi tersebut diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 /POJK.03/2021 tentang Bank Umum yang telah disahkan pada 30 Juli 2021 dan dirilis pada Agustus 2021.
Meski terdapat perubahan, OJK menjamin bahwa kategorisasi yang baru tidak akan membebani perbankan dalam menjalankan usahanya. Bahkan, hal itu membuka peluang bagi perbankan untuk saling berbagi infrastruktur untuk menciptakan perbankan yang lebih kuat dan efisien.
Direktur Utama BankBJB Yuddy Renaldi mengatakan bahwa kehadiran POJK 12 ini dapat mempermudah perbankan dalam mengembangkan bisnis.
"Baik untuk melakukan transformasi dan akselerasi digitalisasi maupun sinergi perbankan yang dapat meningkatkan efisiensi bagi operasional perbankan," katanya saat menandatangani nota kesepahaman Bersama Pelaksana Tugas Direktur Utama Bank Bengkulu Ikhwanul Okti serta Komisaris Utama Independen Bank Bengkulu Ridwan Nurazi di Jakarta, Selasa (11/1).
Kedua belah pihak menandatangani nota kesepahaman untuk bersinergi dalam rangka pengembangan usaha kedua belah pihak. Sinergi yang akan dilakukan tidak terbatas pada penggunaan infrastruktur bersama, khususnya teknologi informasi, pengembangan sumber daya manusia, likuiditas, pembiayaan bahkan permodalan mengingat Bank Bengkulu saat ini berada pada kelompok KBMI 1 dengan modal inti sebesar Rp1 trilliun rupiah (per September 2021).
Kedua bank tersebut merupakan bank pembangunan daerah (BPD) dengan kinerja yang baik. Bank BJB sampai dengan September 2021 memiliki total aset hampir Rp160 trilliun, laba bersih sebesar Rp1,4 trilliun, dan tingkat NPL 1,3%. Sementara itu, Bank Bengkulu memiliki total aset sebesar Rp8,6 trilliun, laba bersih sebesar Rp73 milliar dan tingkat NPL 0,88%.
Yuddy meyakini bahwa dengan bersinergi, akan memberikan manfaat yang positif bagi kedua BPD. Yuddy juga menyatakan bahwa Bank BJB sangat terbuka untuk kolaborasi. Hal tersebut tidak terbatas pada Bank Bengkulu saja. Tidak menutup kemungkinan Bank BJB akan bersinergi dengan BPD yang lainnya juga dalam waktu dekat.
"Tentunya sinergi yang dilakukan haruslah memberikan manfaat yang positif bagi kedua belah pihak. Jadi, dalam kerangka pengembangan bisnis bersama," katanya.
Bank BJB juga diketahui merupakan BPD terbesar di Indonesia dengan infrastruktur yang mumpuni sehingga infrastruktur tersebut dapat dimanfaatkan oleh BPD secara bersama-sama.
Sebagai contoh, untuk infrastruktur IT, saat ini Bank BJB sudah memiliki produk produk digital seperti DIGI dan DigiCash bank bjb, (QRIS), bjb e-Tax, Social Fund Transfer untuk penyaluran dana bantuan, Cash Management System, dan Loan Onboarding untuk pengajuan kredit melalui aplikasi.
Lalu, BJB University yang merupakan Corporate University Bank BJB pun dapat dipergunakan untuk pengembangan SDM bersama. BPD yang bersinergi tentunya dapat memanfaatkan hal-hal tersebut secara bersama-sama untuk efisiensi.
Dengan dilakukannya sinergi, dari sisi kemampuan pembiayaan akan meningkat. Hal itu mengingat Bank BJB dengan modal yang jauh lebih besar akan mampu menyerap kebutuhan kredit dengan nilai yang lebih besar. Beberapa contohnya yakni kebutuhan kredit untuk pembangunan infrastruktur daerah maupun project strategis yang ada di wilayah Bengkulu.
Dengan begitu, dapat dilakukan pembiayaan bersama dengan Bank Bengkulu, tidak perlu kepada perbankan lain. "Hal ini sejalan dengan penguatan peran BPD sebagai agen pembangunan daerah."
(aor)