Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku berencana membatasi atau melarang terbatas (lartas) ekspor CPO, minyak jelantah, dan barang olein.
Larangan terbatas ekspor tersebut dilakukan guna memastikan kebutuhan pasar domestik tercukupi di tengah lonjakan harga minyak goreng.
"Bukan melarang ya, me-lartas-kan daripada minyak jelantah, barang olein, dan CPO. Jadi memastikan domestic market ini cukup," ujarnya pada Outlook Perdagangan 2022, Selasa (18/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Lutfi, pembatasan ekspor produk minyak sawit diambil untuk memastikan tidak ada kebocoran subsidi minyak goreng Rp14 ribu ke luar negeri.
"Untuk memastikan bahwa tidak ada leakage (kebocoran) dari subsidi yang dikerjakan oleh pemerintah untuk memastikan tidak ada kecurangan," imbuh dia.
Seperti diketahui, lonjakan harga minyak goreng terjadi sejak beberapa bulan terakhir. Para ibu-ibu hingga tukang gorengan pun 'teriak' lantaran harus merogoh kocek dalam.
Dari catatan redaksi, harga minyak kemasan bahkan sempat menyentuh level Rp22 ribu-Rp23 ribu per kg, jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang sebesar Rp11 ribu per liter.
Menurut Lutfi, kenaikan disebabkan oleh lonjakan harga CPO secara internasional. Ia menyebut kenaikan berdampak ke Indonesia, meski RI merupakan negara penghasil CPO terbesar dunia,
Ia mengatakan untuk mengatasi polemik harga minyak goreng pemerintah akan memberi subsidi guna menekan harga minyak goreng ke level Rp14 ribu.
Program stabilisasi pasar itu merupakan hasil kerja sama pemerintah dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Nantinya, BPDPKS akan menggelontorkan dana pungutan sebesar Rp3,6 triliun untuk menutup selisih harga di pasar.