GP Farmasi Keluhkan Belum Terima Insentif dari Pemerintah
Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GP Farmasi) mengeluhkan belum menerima insentif yang dijanjikan pemerintah.
"Sampai saat ini belum ada. Sekalipun aturannya atau undang2nya sudah ada. Tapi kita sulit untuk mendapatkan itu. Sudah ada yang pernah mengajukan, tapi belum pernah ada yang menerima," ujar Tirto Kusnadi, selaku Ketua Umum GP Farmasi Indonesia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Rabu (2/2).
Insentif yang dimaksudkan tertera di UU Nomor 11 Tahun 2019 Pasal 38 yang mengatur tentang Komersialisasi Teknologi Meliputi Inkubasi Teknologi dan Kemitraan Industri.
Bunyinya, badan usaha yang menghasilkan invensi dan inovasi nasional dari pemanfaatan hasil Penelitian Pengembangan Pengkajian dan Penerapan diberi insentif, berupa jaminan pembelian produk inovasi tertentu.
Pembahasan tentang pasal ini muncul ketika Tirto ditanyakan oleh anggota DPR Komisi VI terkait pembangunan pabrik bahan baku di Indonesia, sehingga tidak harus mengimpor bahan baku dari perusahaan-perusahaan asing.
"Sebetulnya, bahan baku di Indonesia ini memang sudah cukup lama diinginkan. Tetapi, kita untuk swasta memiliki kesulitan karena jumlah produksinya kalau dibanding kebutuhan internasional sangat kecil, jadi kalau kita tidak betul-betul diback up oleh pemerintah kita khawatir sekali bahwa pabrik bahan baku itu juga akan sia2, tidak bisa hidup lah," keluh Tirto.
Ia menyebutkan beberapa contoh perusahaan PT Indonesia Farma Tbk yang pernah kerja sama dengan PT Riasima Abadi Farma untuk produksi paracetamol dan amoxysilin yang tutup akibat terus menerus harus menjual rugi, yang akhirnya memutuskan untuk memberhentikan produksi.
"Jadi ini yang selalu diminta jaminan, dan kita perusahaan nasional punya koneksi dengan asing yang kita biasa ada pabrik membeli dengan jumlah besar, tapi sudah ditegur dan diwanti-wanti. Kalau tidak ada pernyataan pemerintah mau memakai jangan dibangun pabriknya, pasti kita akan mengalami kesulitan," jelas Tirto.
Tirto kemudian merujuk pada kerja sama baru antara PT Kimia Farma Tbk dan PT Pertamina, yang akan menginvestasikan sekitar Rp700 miliar untuk membangun pabrik. Tujuannya, untuk memproduksi aminofenol membuat paracetamol.
"Memang Indonesia paracetamol setahun fantastik sekitar 8.000-9.000 ton, tapi kalau tidak dimulai dengan investor yang besar seperti pemerintah kerja sama dengan Kimia Farma misalnya, saya kira swasta juga akan sulit sekali dengan modal yang begitu besar," imbuh dia.
Dalam RDP tersebut, anggota Komisi VI meminta daftar nama perusahaan farmasi yang sudah mengajukan permintaan insentif dari pemerintah dan berjanji untuk memperjuangkan mereka. "Mungkin sudah ada 2-3 perusahaan tapi sampai sekarang belum bisa mendapatkan," jawab Tirto.