Kementerian ESDM menyebut kebijakan ekonomi hijau dan investasi hijau yang fokus pada pengembangan energi bersih mampu menciptakan lapangan kerja baru lebih berkelanjutan. Berdasarkan angka Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), energi baru terbarukan (EBT) menyediakan lapangan kerja bagi 12 juta orang pada 2020 lalu.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana membenarkan hal tersebut.
"Rumusnya 1 megawatt perlu sekitar 30 orang tenaga kerja baru. Jadi, kalau kita mendorong EBT, kita membuka lapangan kerja," imbuhnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Kamis (10/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Dadan, pekerjaan-pekerjaan di sektor energi bersih sudah dikategorikan sebagai industri padat karya karena ada intervensi teknologi kendaraan listrik, pemasangan panel surya, efisiensi energi, hingga peningkatan pengelolaan limbah.
IRENA mencatat pertumbuhan tenaga kerja global di sektor energi bersih terus meningkat dari tahun ke tahun. Angkanya meningkat sekitar 65 persen dari 2012 yang baru menyerap 7,3 juta tenaga kerja.
Angka ini terus tumbuh menjadi 8,5 juta orang pada 2013. Lalu, lima tahun kemudian bertambah menjadi 11 juta orang, dan tercatat sebanyak 11,5 juta orang pada 2019 lalu.
Perusahaan rintisan atau start-up yang sekarang marak bertumbuh menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan tenaga kerja di subsektor energi baru terbarukan dan konservasi energi.
Dadan menambahkan keberadaan perusahaan rintisan itu dinilai mampu mendorong terjadinya inovasi dan investasi pada pengembangan energi bersih di Indonesia.
Karenanya, ia menilai pemerintah harus bisa menjamin meskipun rintisan, tapi kualitas tetap bisa dipertanggungjawabkan. Tidak hanya itu, pemerintah juga akan memastikan skema bisnis energi bersih yang baru demi memperluas lapangan kerja di bidang ini.
"Kami memastikan aturan mainnya jelas dari sisi standar, kualitas, maupun spesifikasi, antara penjual dan pembeli harus terlindungi," ucap Dadan.