Bos KRAS Ungkap Alasan Proyek Blast Furnace dan Smelter Mangkrak

CNN Indonesia
Selasa, 15 Feb 2022 05:45 WIB
Dirut PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim menilai proyek blast furnace menguras keuangan perusahaan sehingga dihentikan. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia --

Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim membeberkan alasan proyek blast furnace dan smelter di Kalimantan Selatan mangkrak. Pasalnya, kedua proyek itu tidak efisien dan menguras keuangan perusahaan.

"Manajemen saat itu memutuskan untuk tidak mengoperasikan, atas seluruh kajian yang ada, termasuk juga kejaksaan juga, kita hentikan," ujar Silmy padaRapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (14/2).

Khususnya untuk blast furnace, ia menjelaskan hambatan utama adalah fasilitas basic oxygen furnace tidak ada pada awal tahap pengembangan electric air furnace perusahaan. Jika memodifikasi basic oxygen furnace, maka biaya akan membengkak.

Padahal, perusahaan tengah mengemban misi untuk melakukan restrukturisasi dan transformasi.

"Proyek ini memang harus diselesaikan , (namun) kemudian dihentikan karena sangat menguras kemampuan keuangan KS. Belum lagi utang yang ditimbulkan akibat dari proyek ini," jelasnya.

Untuk pengembangan smelter di Kalimantan Selatan, ia menilai proyek tersebut tidak optimal. Pasalnya, lokasi yang jauh dan banyak hambatan logistik, terutama karena letaknya 20 km hingga 35 km dari bibir pantai.

Ditambah, tanah yang digunakan pun bukan milik Meratus, perusahaan yang didirikan Krakatau Steel bersama dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), tapi milik pemda.

"Dari sisi aspek teknologi juga tidak mengikuti tren perkembangan hal kaitan dengan efisiensi. Proyek ini bener-benar tidak beroperasi akibat tidak digunakannya lagi sponge iron sebagai bahan baku KS," kata Silmy.

Pemberhentian kedua proyek tersebut membuat pimpinan Komisi VII DPR RI mengkritik Krakatau Steel yang mengaku ingin mendorong produksi baja dalam negeri, tetapi malah memberhentikan pengembangan sarana untuk pengolahan baja seperti blast furnace.

"Pabrik blast furnace dihentikan tapi satu sisi ingin memperkuat produksi dalam negeri, ini jangan maling teriak maling," ujar pimpinan Komisi VII Bambang Haryadi.

Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier membenarkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa Indonesia memerlukan 5 blast furnace tambahan agar dapat memenuhi kebutuhan baja dalam negeri tanpa terus mengandalkan impor.

"Jadi kalau lihat dari kalkulasi, kita perlu lima kali, lima blast furnace dengan kapasitas 1,2 juta ton. Kalau itu ada, otomatis kita akan menurunkan impor. Kalau berdasarkan hitungan teknokratis, untuk memenuhi kebutuhan nasional," tutur Taufiek.

Anggota Komisi VII DPR Adian Napitupulu menyarankan agar permasalahan impor baja dapat ditangani secara keseluruhan, bukan sepihak saja.

Untuk itu, pimpinan Komisi VII seharusnya mengadakan rapat yang mengundang para regulator yang memberi wewenang kepada Krakatau Steel untuk mengimpor baja, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN.

"Menurut saya penting kita lanjutkan rapat ini, Deputi BUMN dan Kemendag mana? Rapat ini belum komplit, kalau rapat ini mau tertutup, panggil pihak-pihak yang lain, misal Kemenkeu (Kementerian Keuangan), kenapa banyak baja impor yang masuk," ujar Adian.

Ia mengatakan perlu digali semua agar dapat secara terang mengungkap bisnis baja yang dijalankan Krakatau Steel.

"KS ini monopoli baja di Indonesia, bagaimana kita tidak kenal isinya. Feasibility study harusnya dari berbagai segi, misalnya mau hentikan smelter di Kalsel, kan sudah dikaji, investasi Rp1,2 triliun mau dihentikan, belum sempat kita gali," katanya.

Pada akhir RDP, pimpinan Komisi VII menyepakati diadakannya investigasi lebih dalam terhadap pemberhentian blast furnace dan smelter Kalimantan Selatan yang dilakukan Krakatau Steel.

"Kita akan dalami dua hal tersebut, khusus penghentian dua hal ini karena ini investasinya udah gede banget. Investasi gede banget untuk smelter kalsel dan blast furnace yang ada di Krakatau Steel, jangan sampai dengan alasan kerugian untuk memperlancar teknik lain," ujar Bambang.



(tdh/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK