Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap impor gas minyak cair (LPG) RI menembus US$2,5 miliar atau setara Rp36 triliun (kurs Rp14.400 per dolar AS) pada 2020.
Menurut Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito, tingginya nilai impor LPG terjadi karena 75 persen konsumsi LPG domestik dipasok dari impor.
"Yang menjadi krusial bukan hanya karena 75 persen konsumsi LPG Indonesia berasal dari impor, di mana impor LPG 2020 mencapai US$2,5 miliar," beber dia pada agenda G20 bertajuk Shifting Toward Higher Value-Added Industries, Senin (14/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, ia menyebut produksi dalam negeri yang berkisar hanya 25 persen dari total konsumsi malah terus menurun. Hal ini lantaran produksi gas cair dari PT Pertamina (Persero) terus merosot setiap tahunnya. Padahal, menurut Warsito, Pertamina merupakan produsen LPG satu-satunya di Indonesia.
Mengutip data Kementerian ESDM, produksi LPG pada 2019 turun 3,22 persen dibandingkan data 2018 atau dari 2,02 juta ton menjadi 1,96 juta ton. Di sisi lain, impor naik dari 5,56 juta ton menjadi 5,71 juta ton untuk periode sama.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menyinggung masalah besarnya impor LPG Indonesia karena mencapai Rp80 triliun.
Lihat Juga : |
Impor LPG itu, katanya, masih harus disubsidi lagi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp60 triliun hingga Rp70 triliun supaya bisa dinikmati masyarakat dengan harga murah.
"Rp80 triliun itu pun harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya tinggi sekali. Subsidinya antara Rp60 triliun hingga Rp70 triliun," katanya saat menghadiri groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan, Senin (24/1) lalu.
Untuk itu, Jokowi menginstruksikan untuk menekan impor tersebut. Terlebih, tingginya impor LPG Indonesia menguntungkan negara lain.