ANALISIS

Masalah Ekonomi Baru Intai Rusia Usai Dihukum Akibat Invasi Ukraina

CNN Indonesia
Rabu, 02 Mar 2022 07:46 WIB
Sejumlah masalah ekonomi baru mengintai akibat sanksi sejumlah negara terhadap Rusia terkait invasi yang mereka lakukan ke Ukraina. Berikut rinciannya.
Sejumlah masalah ekonomi baru mengintai akibat sanksi sejumlah negara terhadap Rusia terkait invasi yang mereka lakukan ke Ukraina. Ilustrasi. (AFP/ALEXANDER NEMENOV).

Menteri Luar Negeri Jerman menyatakan pihaknya bekerja sangat keras untuk memastikan Rusia agar ruang geraknya terbatas terhadap sistem keuangan global atau SWIFT. Rusia akhirnya ditendang dari sistem tersebut dan diperkirakan akan menyebabkan masalah serius terhadap keuangan dan ekonominya.

Wakil Presiden Eksekutif Institute of International Finance Clay Lowery mengatakan sanksi terbaru yang menghapus Rusia dari SWIFT dan menjatuhkan sanksi terhadap bank sentral dapat merusak sistem ekonomi dan perbankan Rusia dengan serius.

"Sementara rincian tentang bagaimana sanksi baru akan mempengaruhi energi masih dalam pembahasan, setidaknya kami tahu bahwa sanksi terhadap bank sentralnya akan mempersulit Rusia untuk mengekspor energi dan menyebabkan kerusakan serius pada ekonomi dan sistem perbankannya," kata Clay, dikutip dari AP News, Selasa (1/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asisten Senior Center for a New American Security Rachel Zimba mengatakan sanksi yang diberlakukan saat ini dinilai sudah menyakitkan bagi ekonomi Rusia. Ia menilai Rusia mengambil langkah yang lebih sulit dan rumit dalam menyikapi beragam sanksi yang dijatuhkan.

Di lain sisi, invasi Rusia juga menyebabkan sejumlah negara membekukan aset keuangan Negara Beruang Merah tersebut. Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan pihaknya akan membekukan aset 3 perbankan asal Rusia yakni VEB sebagai perbankan nasional Sovcombank sebagai institusi keuangan pihak ketiga, dan Otkritie sebagai bank komersial terbesar di Rusia.

Yang terbaru, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida juga menjatuhkan sanksi terhadap Rusia dengan membekukan aset perbankan dan aset pribadi pimpinan negara komunis tersebut.

Tak sampai di sana, Fumio juga menjatuhkan sanksi terhadap 49 entitas Rusia.

"Kami setuju untuk mengambil langkah tegas melawan Rusia," kata Kishida.


Kepala Multi Aset Investasi di Rathbones David Coombs mengatakan pada saat ini akan sangat sulit bagi investor untuk melakukan transaksi jual beli aset Rusia. Pasalnya, sanksi yang dijatuhkan pemerintah negara Barat akan mempersulit pemilik dan pembeli aset untuk melakukan transaksi di pasar saat ini.

"Sangat sulit untuk melihat skenario apapun saat ini di mana membeli aset Rusia dinilai tidak masuk akal," kata Coombs, seperti dikutip CNN Business, Selasa (1/3).

Sebagai contoh, BP sebagai perusahaan minyak asal Inggris memutuskan untuk melepaskan hampir 20 persen sahamnya di perusahaan minyak asal Rusia yakni Rosneft. Analis Santander Jason Kenney memperkirakan BP bisa mendapat keuntungan lebih dari US$26 miliar saat melepaskan kepemilikan atas Rosneft.

Tak hanya perusahaan, Dana Abadi Norwegia juga dikabarkan akan melepas investasi di perusahaan asal Rusia. Namun, Coombs menilai mencari investor untuk membeli aset tersebut akan menjadi 'aksi hercules' di tengah situasi geopolitik yang tak menentu.

Senior Sovereign Strategist BlueBay Asset Management Timothy Ash mengatakan akan sulit untuk menjual aset Rusia saat ini dan mengkategorikannya sebagai aset yang sesuai dengan lingkungan, sosial, dan pemerintahan (ESG).

Pasalnya, negara yang menjadi tempat aset tersebut berada sedang melancarkan invasi yang merugikan Ukraina.

"(Presiden Rusia Vladimir) Putin telah membuat sangat, dan semakin sulit untuk berinvestasi di Rusia baik dalam waktu sekarang atau bahkan jangka waktu yang lama," katanya.

(fry/agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER