Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah dapat mengevaluasi minyak goreng dengan mulai mensinkronisasi data produksi dan distribusi minyak goreng. Upaya ini dilakukan guna menemukan titik permasalahan minyak goreng yang mahal dan langka.
"Yang dievaluasi sederhana, melakukan verifikasi data antara produsen dengan distributor minyak goreng karena ada saling tuding di antara keduanya. Jadi kalau menurut saya harus verifikasi data dulu," kata Bhima.
Menurutnya, beberapa kemungkinan harga minyak goreng menjadi mahal. Pertama, produsen saat ini lebih memilih untuk mengekspor crude palm oil (CPO) karena harganya yang tengah melonjak tajam. Kedua, kemungkinan ada oknum distributor yang sengaja 'bermain' untuk menahan minyak goreng baru dan mengeluarkan minyak goreng lama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan begitu, stok minyak goreng di pasaran tidak sesuai yang diharapkan dan harganya masih mahal. Apabila sudah ditemukan titik permasalahannya dan terdapat penimbunan minyak goreng, Bhima menyarankan agar pemerintah menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelaku usaha tersebut.
Di lain sisi, ia juga meminta kepada pemerintah untuk mendahulukan prioritas masyarakat terkait penggunaan minyak kelapa sawit. "Kalau masih ada minyak yang digunakan untuk biodiesel, ya mengalah dulu untuk kebutuhan pangan. Jadi pemerintah harus prioritaskan masyarakat," terang dia.
Bhima juga menyarankan pemerintah membeli minyak goreng yang dimiliki pedagang dengan harga normal. Kemudian, minyak tersebut dapat didistribusikan melalui Bulog dengan harga subsidi.
Ini dilakukan agar pedagang tidak rugi menjual minyak goreng miliknya dan memberikan harga minyak goreng yang terjangkau bagi masyarakat.