Guna mendukung pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Air (PLTA) Upper Cisokan di perbatasan Kabupaten Bandung dan Cianjur, Jawa Barat, yang berkapasitas 1.040 megawatt, PT PLN (Persero) melakukan kerja sama pendanaan sebesar US$380 juta dari kebutuhan total US$610 juta.
Komitmen tersebut ditandai oleh penandatanganan Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) di auditorium PLN Kantor Pusat bersama pemerintah yang diwakili Kementerian Keuangan melalui skema perjanjian penerusan pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement (SLA) pada Senin (14/3).
Adapun skema penerusan pinjaman ini merupakan yang pertama bagi PLN dalam enam tahun belakangan. Terakhir kali PLN menandatangani SLA adalah pada 2016. Direktur Jenderal Perbendaharaan Hadiyanto mengatakan, kreditur fasilitas pinjaman tersebut adalah International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang merupakan bagian dari World Bank Group dengan total pendanaan US$380 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, proyek PLTA Upper Cisokan juga direncanakan akan didanai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dengan total pendanaan US$230 juta dalam bentuk co-financing dengan World Bank menggunakan skema serupa. Hadiyanto mengungkapkan, meski pandemi melanda, PLN berhasil mendapatkan tingkat suku bunga yang sangat kompetitif dengan tenor cukup panjang, yaitu 24,5 tahun.
"Kami sangat mendukung pembiayaan ini karena tujuannya untuk membiayai pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan PLTA Upper Cisokan yang berbasis energi baru terbarukan (EBT) dari tenaga air, lebih sustainable, terjangkau, dan tentunya mencukupi pasokan listrik untuk masyarakat nantinya," ujar Hadiyanto.
Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN, Nawal Nely menilai dalam konteks global dan nasional, pembangunan PLTA Upper Cisokan ini merupakan langkah yang tepat waktu dan kritikal oleh PLN dalam proses transisi energi.
Dia menyebut, proyek ini menjawab langsung mandat Sustainable Development Goals (SDGs) terkait pemerataan akses listrik, efisiensi penggunaan energi, serta memperbesar proporsi EBT pada portofolio energi primer PLN dalam jangka panjang. Tak hanya itu, kehadiran PLTA juga akan mengurangi ketergantungan dan sensitivitas APBN terhadap gejolak harga komoditas utama, terutama minyak dan gas. Sehingga, koefisien korelasi biaya dengan pergerakan harga minyak dan gas dapat dikurangi.
![]() |
"Ketiga, ini satu-satunya proyek yang sesuai antara durasi pinjaman dan life expectacy project, sehingga risiko re-financing, selain adanya bunga yang manageable, juga dapat ditangani," tutur Nely.
Pada saat bersamaan, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan dukungan pembiayaan yang kompetitif itu sekaligus sebagai bukti bahwa PLN mendapatkan kepercayaan internasional.
"Dunia internasional memiliki kepercayaan kepada pemerintah Indonesia dan PLN dalam upaya membangun infrastruktur kelistrikan melalui pembangkit-pembangkit EBT dan rendah emisi karbon. Ini merupakan langkah nyata PLN yang didukung oleh kehadiran pemerintah RI dalam proses transisi energi menuju net zero emissions dengan pasokan EBT dengan skala dan kapasitas besar," ujarnya.
Pembangunan PLTA berkapasitas lebih dari 1.000 MW tersebut juga menunjukkan salah satu komitmen PLN dalam rangka transisi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan sebagaimana tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2021-2030. Proyek ini ditargetkan beroperasi pada 2025 dan memasok kebutuhan listrik di sistem Jawa-Bali.
"Proyek yang menggunakan teknologi pumped storage ini akan menghasilkan energi efisien, rendah karbon, serta dapat menjadi enabler utama dalam rangka proses transisi energi dan masuknya pembangkit EBT intermittent dalam portofolio besar di sistem Jawa-Bali," kata Darmawan.
Darmawan menambahkan, pembangunan PLTA Upper Cisokan merupakan salah satu bentuk dukungan PLN terhadap pemerintah Indonesia untuk mewujudkan ekonomi rendah karbon dan pencapaian target bauran energi EBT di Indonesia menuju Net Zero Emission 2060, yang juga mendukung salah satu pilar G20 tahun 2022 dengan isu prioritas pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif dengan sustainable energy transition.
(rea)