Asian Development Bank (ADB) mengingatkan bahwa perekonomian dunia, khususnya di Asia Tenggara boleh dikatakan rontok usai 'terinfeksi' pandemi Covid-19. ADB memaparkan sebanyak 4,7 juta masyarakat di Asia Tenggara terjerumus ke zona kemiskinan paling ekstrem dalam dua tahun terakhir gegara Covid-19.
Hal tersebut tercantum dalam laporan terbaru ADB, yang dipaparkan dalam gelaran Simposium Pembangunan Asia Tenggara (Southeast Asia Development Symposium, SEADS) 2022 yang digelar secara virtual pada 16-17 Maret 2022.
Presiden ADB, Masatsugu Asakawa menilai pandemi Covid-19 telah memperburuk situasi, secara khusus perekonomian banyak negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketidaksetaraan dan tingkat kemiskinan meningkat, terutama di kalangan perempuan, pekerja muda, dan lansia di Asia Tenggara," kata Asakawa.
Selain angka kemiskinan ekstrem yang bertambah 4,7 juta selama pandemi, ADB juga mengungkap sekitar 9,3 juta orang kehilangan pekerjaan di Asia Tenggara sepanjang 2021. Sebagian dari mereka adalah pekerja yang tidak memiliki keterampilan khusus, tenaga kerja perempuan di sektor ritel dan informal, serta usaha kecil yang tidak mampu memanfaatkan pasar online.
Bersamaan dengan laporan tersebut, SEADS 2022 juga menjadi ruang para pembicara, termasuk pemerintah, untuk mendapatkan solusi dalam mengatasi masalah perburukan ekonomi Asia Tenggara di tengah pandemi Covid-19.
Laporan berjudul 'Southeast Asia Rising from Pandemic' diluncurkan oleh Direktur Jenderal ADB untuk Asia Tenggara, Ramesh Subramaniam pada hari pertama gelaran SEADS 2022. Laporan ini membahas beberapa hal penting tentang pemulihan ekonomi.
"Laporan ini diharapkan dapat membantu pembuat kebijakan memahami berbagai tantangan yang mereka hadapi dalam mengambil kebijakan yang efektif dan strategis, yang sangat penting memastikan pemulihan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan," ungkap Ramesh.
Mengutip laporan tersebut, Ramesh menyebut bahwa langkah efektif yang bisa dilakukan ke depan adalah membangun komunitas yang lebih kuat dan tangguh. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan program bantuan sosial, meningkatkan dukungan kepada usaha mikro dan kecil, serta meningkatkan daya saing dan sumber daya manusia.
"Kita perlu mengedepankan pemulihan yang tidak hanya akan mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, tetapi juga menjaga lingkungan," tegas Ramesh sembari menjelaskan bahwa laporan ini disusun oleh sejumlah ekonom ADB di Asia Tenggara, termasuk para ekonom di kantor perwakilan ADB di Indonesia.
Dalam penelitian tersebut, Ekonom ADB James Villafuerte mengungkap bahwa pandemi juga telah membentuk pola pikir negara-negara kawasan untuk bergerak maju dalam dunia digital. James mengatakan pola pikir ini perlu terus didorong agar makin menjangkau seluruh negara.
"Banyak perusahaan telah dengan cepat mengadopsi teknologi digital dalam model bisnis mereka, dan ini pada gilirannya semakin menuntut keterampilan yang lebih tinggi," ujarnya.
"Semakin lama pekerja menganggur, dan pendatang baru di pasar tenaga kerja tidak mendapat pekerjaan, semakin besar kemungkinan mereka menjadi kurang dapat dipekerjakan karena keterampilannya menjadi tidak relevan," ujar Villafuerte.
Dalam laporan yang sama, ADB menyoroti gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia. ADB memandang pandemi Covid-19 telah cukup ditangani dengan baik oleh para pemangku kepentingan di Indonesia.
ADB pun menyoroti kontraksi ekonomi memang terjadi akibat pandemi, namun perlahan berangsur pulih dengan cepat.
"Produktivitas tenaga kerja (Indonesia) tetap meningkat, dan ada kemungkinan besar bahwa sebagian dari peningkatan tersebut dapat dipertahankan," tulis laporan ADB.
Kendati demikian, ADB mengingatkan ketidakpastian yang signifikan akan tetap ada dan risiko penurunan perekonomian meningkat pada tahun ini. Untuk mempertahankan pemulihan, ADB mendorong pemerintah dan pelaku ekonomi lainnya untuk mulai menyiapkan langkah atas sejumlah relaksasi, stimulus, dan jaring pengaman sosial.
"Langkah ini penting untuk meningkatkan infrastruktur publik, penciptaan lapangan kerja, pembelajaran dan keterampilan, dan investasi swasta," demikian saran laporan tersebut.
Pemulihan ekonomi di Indonesia menurut laporan tersebut juga didukung oleh pesatnya perkembangan digitalisasi di negara ini. ADB merekomendasikan situasi ini agar tetap dipertahankan guna terus meningkatkan produktivitas ekonomi.
"Sejauh ini output dalam penyampaian informasi dan komunikasi terus menguatkan pertumbuhan yang sehat selama pandemi," tulis laporan tersebut.
Menanggapi situasi ini, laporan ADB tersebut mengajukan beberapa rekomendasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. "Para pemangku kepentingan dapat memfasilitasi transfer teknologi dan dukungan teknis untuk perusahaan, menjadikan teknologi makin lebih murah dan menjangkau masyarakat yang lebih luas, serta membekali tenaga kerja dengan kemampuan teknologi terbaru yang akan meningkatkan kemampuan mereka sekaligus membuka peluang bagi transfer teknologi," saran ADB dalam laporan tersebut.
(osc)