ANALISIS

Harga Pertamax Harus Naik Kalau Pertamina Tak Mau Tongpes

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Rabu, 23 Mar 2022 07:05 WIB
Pengamat menilai harga pertamax Rp9.500 per liter jauh dari harga keekonomian. Karenanya, jika tak ingin tongpes, Pertamina harus menaikkan harga pertamax.
Pengamat menilai harga pertamax Rp9.500 per liter jauh dari harga keekonomian. Karenanya, jika tak ingin tongpes, Pertamina harus menaikkan harga pertamax. (CNN Indonesia/Safir Makki).

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan jika Pertamina ingin menyelamatkan keuangan, maka harus segera menaikkan harga pertamax hingga ke level keekonomian. "Kalau yang dikejar adalah keuangan Pertamina ya ke harga keekonomian," ungkapnya.

Namun, bila pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Pertamina memikirkan daya beli masyarakat, maka tidak bisa menaikkan harga pertamax ke level keekonomian. Paling-paling, manajemen dan pemegang saham akan mencari titik tengah.

"Bergantung dari pemerintah (sebagai pemegang saham mayoritas) yang dicari apa. Kalau jaga daya beli tidak bisa menaikkan ke harga keekonomian," jelas Komaidi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari kacamatanya, masyarakat sebenarnya sudah mampu membeli BBM jenis pertamax di level Rp14.500 per liter atawa sesuai keekonomian. Toh, perusahaan migas swasta sudah menaikkan harga bbm sejenis pertamax di level tersebut.

"Pemain lain sudah menaikkan ke Rp14.500 per liter, berarti kan masyarakat sebenarnya mampu untuk beli. Tapi kan kadang-kadang pemerintah (sebagai pemegang saham mayoritas) punya pertimbangan lain sebagai BUMN atau atas nama apapun itu," tutur Komaidi.

Sementara, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kenaikan harga pertamax tak akan berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat dan inflasi. Sebab, pertamax biasanya dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah atas.

Dengan kata lain, konsumen pertamax punya uang untuk membeli sesuai harga keekonomian Rp14.500 per liter. "Kalau pertamax (pengaruhnya) sedikit karena dikonsumsi oleh menengah atas, jadi tidak terlalu besar," terang Tauhid.

Situasi akan berbeda jika Pertamina mengerek BBM jenis pertalite. Pasalnya, porsi konsumsi pertalite mencapai 78 persen dari total konsumsi BBM nasional.

Sementara, berdasarkan catatan BUMN, konsumsi pertamax hanya 13 persen dari total konsumsi BBM di RI. Jadi, daya beli masyarakat akan terpengaruh banyak jika harga pertalite naik.

"Kalau pertalite konsumsi menengah bawah, roda dua. Kalau harga naik otomatis pengaruh ke daya beli. Kalau pertamax sedikit (pengaruhnya)," jelas Tauhid.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan harga pertalite tak naik meski harga minyak mentah dunia mendekati US$120 per barel. Keputusan dibuat demi menjaga daya beli masyarakat di tengah proses pemulihan ekonomi.

"BBM tidak naik. Pertalite tidak diubah dan ini sebabkan nanti bayar kompensasi ke Pertamina. Jadi, ini APBN hitung berapa masuk dan berapa ditagihkan ke kami dan struktur APBN akan sehat tidak," ucap Sri Mulyani.

Untuk pertamax, Sri Mulyani memberikan kebebasan kepada Pertamina. Namun, pertamax akan terkena imbas kenaikan harga minyak dunia karena tak mendapatkan subsidi atau kompensasi dari pemerintah seperti pertalite.

"Pertamax kena (imbas kenaikan harga minyak dunia) karena dia nggak disubsidi. BBM ini untuk masyarakat atas," pungkasnya.

(bir)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER