Nasabah Non-Muslim Lengket dengan Bank Syariah, Alergi Rentenir

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Senin, 28 Mar 2022 06:38 WIB
Desak, nasabah pembiayaan ultra mikro BTPN Syariah saat menunjukkan usahanya menjual ikan laut segar didampingi Direktur BTPN Syariah Fachmy Achmad di Dalung, Badung, Kuta Utara, Jumat (25/3). (CNNIndonesia/Christine Novita Nababan). (CNN Indonesia/ Christine Novita Nababan).
Badung, CNN Indonesia --

Mata Desak Nyoman Yayu (55 tahun) berkaca-kaca. Tangannya sibuk menyentuh ikan laut segar jualannya di antara bongkahan es batu balok yang mulai mencair. Nasabah BTPN Syariah itu tak menyangka bisa keluar dari jerat rentenir dan bank keliling hingga mengantongi omzet Rp3 juta-Rp4 juta per hari.

"Dulu, saya terlilit rentenir dan bank keliling. Saya enggak nyangka bisa jualan ikan segar sampai 75 kilogram (kg) per hari," ceritanya lirih dari lapak sederhana seluas 15 meter persegi di pinggir Jalan Dalung, Kuta Utara, Bali, Jumat (25/3).

Desak bercerita soal pengalamannya terjerat rentenir dan bank keliling saat memulai usahanya beberapa tahun lalu. Ketika itu, ia masih berjualan canang atau sesajen untuk umat Hindu yang bersembahyang.

Alih-alih untung, usaha yang menjadi satu-satunya mata pencarian Desak malah buntung untuk menutup utang dan bunga 'selangit' di rentenir dan bank keliling. "Kapok, saya kapok pernah ke rentenir atau bank keliling," lanjutnya.

Barulah ia berkenalan dengan BTPN Syariah. Di sana, ia dan ibu-ibu lainnya mulai belajar tentang pengelolaan uang, termasuk mengelola usaha yang dilakoninya, serta utang. Tidak hanya sekadar mengajukan pinjaman untuk ekspansi usahanya.

"Saya jadi semakin semangat berusaha," kenang ibu dua anak tersebut.

Sejak 2020 lalu, Desak tercatat sudah mengajukan empat kali pembiayaan ultra mikro. Berawal dari pinjaman Rp3 juta, setelah lunas, ia kembali meminjam Rp15 juta. Pembiayaan kedua lunas, ia pun mendapatkan kenaikan plafon Rp20 juta, dan menjadi Rp30 juta pada pembiayaan keempat.

Pembiayaan ultra mikro tersebut diakui Desak telah membantunya mengembangkan usahanya. Dari berjualan canang, kini ia banting setir berjualan ikan laut segar. Ia mampu menyewa lapak Rp500 ribu per bulan, dan memutar modal menjual ikan laut segar hingga 75 kg per hari.

Tak cuma itu, ia pun bisa tidur nyenyak setelah terbebas dari utang rentenir dan bank keliling, hingga mampu membayar uang kuliah untuk dua anaknya. "Saya bersyukur sekali. Bener deh. Saya juga nggak nyangka bisa sewa lapak dan berdagang di pinggir jalan," tutur Desak.

Sang kakak, Endang, dari tempat yang sama juga tak henti-henti mengucap syukur berhasil mengajak sang adik untuk menjadi nasabah BTPN Syariah. "Puji Tuhan, saya bukan cuma pinjam, tapi juga nabung. Saya ajak adik saya agar bisa seperti saya, lepas dari kesulitan," imbuh Endang.

Seperti Desak, Endang pun tercatat sebagai nasabah BTPN Syariah. Endang didapuk menjadi nasabah sukses dan berhasil membawa sang adik menjadi nasabah inspiratif di komunitasnya. Menariknya, kakak beradik beda agama itu; Desak memeluk Hindu, dan Endang umat Kristen, malah kian lengket dengan bank syariah, bank yang berprinsip Islam.

Endang dan Desak, kakak beradik warga Bali, nasabah pembiayaan ultra mikro BTPN Syariah saat menunjukkan usahanya menjual ikan laut segar didampingi Direktur BTPN Syariah Fachmy Achmad di Dalung, Badung, Kuta Utara, Jumat (25/3). (CNNIndonesia/Christine Novita Nababan).

Dony Aditya, Kepala Pembiayaan BTPN Syariah Area Bali, menyebut 90 persen nasabahnya tidak beragama Islam. Pada awal bisnis perusahaan dimulai di Bali pada 2015 lalu, dengan tim yang kebanyakan mengenakan jilbab, ia mengakui ada ketakutan dalam meningkatkan penetrasi pasar di wilayah berbasis non-muslim.

"Kami jelaskan bisnis kami perbankan syariah. Tapi, layanan kami tidak terbatas kepada umat Islam saja. Nasabah atau pun pekerja lapangan kami pun banyak yang non-muslim. Ini adalah wujud perbankan syariah tidak melulu untuk umat Islam. Toh, semua akad yang kami gunakan, kami terjemahkan dalam bahasa yang mudah mereka mengerti," terang Dony.

Walhasil, bisnis BTPN Syariah di Bali, boleh dibilang berkembang pesat. Sejak 2015 hingga saat ini, kontribusinya sudah menyentuh 0,6 persen terhadap total pembiayaan perusahaan. Pada tahun lalu, pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp60 miliar.

Doni berharap pembiayaan tahun ini bisa menyentuh Rp65 miliar atau bertumbuh sekitar 10 persen dibanding tahun sebelumnya. "Dengan target nasabah menuju 24 ribu orang," ucapnya.

Selain Bali, Direktur BTPN Syariah Fachmy Achmad menambahkan basis nasabah non-muslim juga tercatat di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia menyebut bisnis perbankan syariah memang tidak terkait agama, meskipun menggunakan akad sesuai hukum Islam. "Sistemnya yang kami kenalkan dan diterima," katanya.

Dengan catatan, usaha yang dijalankan nasabah pembiayaan ultra mikro BTPN Syariah adalah jenis usaha halal. Misalnya, tidak menjual daging babi atau alkohol. "Kalau canang, seperti Ibu Desak di awal usahanya, merupakan perlengkapan sembahyang, kearifan lokal tidak apa-apa," pungkas Fachmy.



(sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK