Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha membeberkan lima strategi agar Indonesia bisa terbebas dari impor gas cair (LPG) yang saat ini memberatkan APBN.
Pertama, menurut dia, tambah jaringan gas (jargas) setidaknya 10 juta rumah tangga. Kedua, dorong pemanfaatan kompor listrik untuk rumah tangga dengan menggunakan energi yang kompetitif.
Ketiga, produksi rich gas jenis gas berkadar propana, butana, dan heptana tinggi. Ia mengusulkan memproduksi setidaknya 500 ribu ton/tahun mulai tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keempat, meningkatkan produksi LPG dari pengembangan kilang minyak, dan terakhir, mengembangkan Dimethyl Ether (DME) dan metanol dari izin usaha pertambangan (IUP) BUMN dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) perpanjangan.
"Itu menjadi strategi 2030 bagaimana caranya kita bisa memenuhi kebutuhan sehingga impor LPG bisa kita tekan," kata Satya pada webinar Indef bertajuk Keekonomian Gasifikasi Batu Bara, Kamis (7/4).
Satya mengklaim jika langkah-langkah tersebut dilakukan, maka RI bisa-bisa tak perlu lagi mengimpor LPG untuk kebutuhan dalam negeri, meski kebutuhan LPG diproyeksi mencapai 9,7 juta ton.
Menurut paparan dia, jika produksi gas dalam negeri bisa dioptimalkan, maka negara bisa menghemat devisa hingga US$4 miliar per tahun pada 2021-2040 mendatang.
Lihat Juga : |
Beban impor LPG merupakan masalah yang menghantui APBN. Tengok saja anggaran subsidi tahun ini yang sebesar Rp61 triliun, angkanya dproyeksikan terus meningkat menjadi Rp71,5 triliun pada 2024.
Pada Februari lalu, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menjelaskan harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan subsidi Rp 6.500 per Kg LPG.
Dalam mengatasi masalah impor LPG, pemerintah berencana mengkonversi LPG ke DME dan mengubah skema subsidi.
"Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal, ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500," tandasnya dalam keterangan resmi, Selasa (15/2).
(bir)