Mata uang yen Jepang jatuh hingga ke level terendahnya dalam 20 tahun terakhir terhadap dolar AS. Yen dibanderol 126 per dolar AS pada Rabu (13/4).
"Yen Jepang telah menjadi salah satu mata uang terlemah di dunia tahun ini," kata kelompok perbankan Belanda ING Group dalam komentarnya.
Dilansir dari AFP, penyebab utama turunnya nilai yen ialah kondisi geopolitik Rusia dan Ukraina yang memicu kenaikan harga minyak di Jepang, negara yang merupakan importir utama bahan bakar fosil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral AS alias The Federal Reserve (The Fed) dibandingkan dengan longgarnya kebijakan moneter bank sentral Jepang alias Bank of Japan membuat yen semakin kalah dengan kuatnya dolar AS.
"Reli ini merupakan kombinasi sempurna dari The Fed yang agresif, Bank of Japan yang lesu, ditambah dengan pertumbuhan perdagangan negatif Jepang sebagai importir bahan bakar fosil utama," ujar Juru Bicara Pemerintah Hirokazu Matsuno.
Diketahui, bahwa Yen telah melemah 10 persen nilainya terhadap dolar AS pada 2021 lalu, setelah empat tahun menguat secara stabil.
"Mengingat situasi ekonomi dan harga, Bank of Japan akan berusaha untuk mewujudkan target inflasi dua persennya, dengan terus melanjutkan pelonggaran moneter yang kuat saat ini," kata Matsuno.
Swiss Bank UBS mengatakan pelemahan yen kemungkinan akan berdampak buruk pada daya beli rumah tangga Jepang, dan usaha kecil berorientasi domestik karena mereka harus berhadapan dengan biaya impor yang lebih tinggi.
"Pemerintah menawarkan dukungan fiskal dan kemungkinan besar akan memperluas dukungan. Kami pikir intervensi pembelian (yen) mungkin dilakukan jika laju depresiasi dinilai terlalu cepat," tulisnya dalam sebuah catatan.
Hal serupa dikatakan oleh Kepala Riset Pasar Jepang di JPMorgan Chase Bank Tohru Sasaki yang setuju bahwa bank sentral Jepang harus melakukan sesuatu untuk memperlambat laju depresiasi yen.
Namun, ia khawatir akan dipandang aneh jika Kementerian Keuangan melakukannya, sementara bank sentral masih mempertahankan kebijakan moneter longgarnya saat ini.
"Pemerintah Jepang dapat menjual cadangan devisa (USD) untuk campur tangan, tetapi secara politik sulit," sebutnya.