Pengamat 'Endus' Kans Investasi Hulu Migas dari Kenaikan Harga Gas
Kenaikan harga gas alam berjangka yang menyentuh level US$7,96 per juta British thermal unit (BTU) dinilai sebagai peluang untuk Indonesia menarik investasi di hulu migas.
Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan kenaikan harga gas alam akan menguntungkan investasi di hulu migas Indonesia. Di sini, pihak yang cukup diuntungkan dengan kenaikan komoditas tersebut adalah produsen di hulu migas.
"Apalagi, saat ini produksi gas alam kita lebih banyak jika dibandingkan dengan produksi minyaknya. Ini menjadi peluang terus menarik investasi di tengah target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD," kata Mamit kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/4).
Menurutnya, kenaikan tersebut akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara. Apalagi, kenaikan gas alam akan diikuti dengan kenaikan LNG di pasar international.
"Untuk dalam negeri, saya kira tidak akan berdampak signfikan karena kebijakan harga gas US$6 per mmbtu yang diterapkan pemerintah," lanjutnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menerangkan pemerintah perlu melakukan penyesuaikan di beberapa kebijakan untuk merespons kenaikan harga gas alam.
"Misalnya kebijakan harga gas maksimal US$6 di pengguna apakah masih relevan atau tidak? Bagaimanapun kita tetap perlu mengakomodasi kondisi eksternal," terang Komaidi.
Sebelumnya, harga gas alam berjangka melonjak 9 persen menjadi US$7,96 per juta BTU dalam perdagangan baru-baru ini. Mengutip CNN business, Selasa (19/4), harga itu merupakan level tertinggi sejak September 2008 silam.
Wakil Presiden Energi Berjangka di Mizuho Securities Robert Yawger mengatakan lonjakan gas alam akan menambah inflasi Amerika Serikat. Pasalnya, lonjakan ini mencerminkan ekspektasi permintaan yang lebih tinggi akibat suhu dingin yang tidak sesuai musim.
Sebelum harga gas alam naik saja, data Biro Statistik Tenaga Kerja AS sudah menunjukkan biaya untuk layanan gas utilitas melonjak 21,6 persen pada Maret kemarin. Apalagi, di tengah kenaikan permintaan itu, persediaan gas alam di AS juga di bawah rata-rata.
Faktor lainnya dibalik lonjakan gas alam ini adalah kenaikan harga batu bara. Di tengah harga emas hitam yang tinggi itu, pembangkit listrik tidak mau beralih dari gas alam sebagai sumber energi cadangan.