Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis penyaluran kredit tak turun meski Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga acuan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan kinerja penyaluran kredit di Indonesia bukan bergantung dengan suku bunga acuan, melainkan kondisi ekonomi dan permintaan masyarakat.
"Pengalaman di Indonesia dalam hal dunia usaha, kredit, suku bunga itu kurang sensitif. Saat bunga turun ya belum tentu pada ambil kredit dan juga saat bunga naik tidak serta merta orang tidak ambil kredit, ujar Wimboh saat Focus Group Discussion (FGD), Senin (25/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan bank sentral sempat menurunkan suku bunga acuan saat kasus Covid-19 tinggi di Indonesia beberapa waktu lalu. Namun, penyaluran kredit tetap melambat.
"Sehingga menurut kami jangan terlalu linier, kalau suku bunga naik terus permintaan turun, tidak," kata Wimboh.
Sementara, Wimboh menilai kondisi ekonomi sudah membaik saat ini. Industri mulai menggeliat dan roda perekonomian kembali bergerak.
"Ini ekonomi sudah dibuka orang antusias, ini yang kami harapkan, dan belum tentu kalau ada respons suku bunga akan berdampak signifikan pada permintaan kredit," jelas Wimboh.
Di sisi lain, suku bunga acuan sensitif di negara maju. Ketika bunga acuan naik, maka akan mempengaruhi permintaan masyarakat.
Dengan demikian, penyaluran kredit akan melambat jika bunga acuan di negara maju meningkat. Sebaliknya, permintaan kredit akan naik jika bunga acuan di negara maju turun.
"Kalau negara maju sensitif sama suku bunga, negara lain dorong permintaan tidak semudah seperti di Indonesia," terang Wimboh.
Ia menjelaskan Indonesia masih memiliki banyak sumber daya alam. Dengan begitu, banyak pihak yang dapat membuka lapangan pekerjaan untuk mengolah sumber daya tersebut.
"Kalau di negara maju sudah sulit dorong permintaan lagi, karena kebanyakan mereka (masyarakat di negara maju) sudah bekerja. Maka itu sangat sensitif dengan suku bunga. Ini yang kami cermati perbedaan dengan negara maju," ujar Wimboh.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan pihaknya akan mempertahankan suku bunga acuan rendah selama inflasi masih terjaga. Ketika ada risiko lonjakan inflasi, bank sentral otomatis bersiap mengerek bunga acuan.
Jika tak ada risiko inflasi naik di dalam negeri, bank sentral menegaskan suku bunga acuan akan tetap di level sekarang, yakni 3,5 persen.
Sementara, BI mencatat mencatat penyaluran kredit perbankan tumbuh 6,65 persen pada Maret 2022.
Pertumbuhan kredit perbankan terjadi di beberapa kelompok bank, segmen kredit, dan sektor ekonomi. Realisasi ini sejalan dengan pemulihan ekonomi pasca dihantam pandemi covid-19.
Pertumbuhan kredit khusus sektor UMKM tumbuh 14,98 persen pada Maret 2022. Dengan realisasi ini, BI memproyeksi kredit perbankan tumbuh 6 persen-8 persen sepanjang 2022.
(aud/agt)