5. YLKI
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai larangan ekspor 20 persen saja sebenarnya sudah cukup agar minyak goreng membanjiri pasar. Oleh karena itu, ia menyebut larangan tersebut sebagai kebijakan yang 'mubazir'.
"Secara politik bagus, tapi untuk apa? Kalau dilarang total terserap semua? 20 persen saja DMO kalau itu terdistribusi ke masyarakat, itu sudah banjir lautan minyak goreng," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tulus, kebijakan Jokowi itu lebih banyak dampak negatifnya daripada positif. Toh, kebijakan belum tentu menurunkan harga minyak goreng di pasaran. Yang ada, kebijakan tersebut justru berpotensi menutup pendapatan negara dari devisa ekspor.
Selain itu, Indonesia juga berisiko mengalami perang dagang dengan negara lain. Sebab, larangan tersebut akan membuat negara lain protes keras mengingat Indonesia merupakan produsen CPO terbesar dunia, dan pasokan internasional sudah terganggu akibat perang Ukraina-Rusia.
6. Politikus
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi melarang ekspor CPO. Ia mengatakan tidak ada ruang bagi pemerintah melakukan gimik dalam mengatasi masalah kelangkaan sampai kenaikan harga migor.
Anis menyatakan bahwa pemerintah sudah mengambil langkah yang substansial dalam mengatasi krisis ketersediaan bahan pokok.
"Saya ingin mengapresiasi langkah Presiden Jokowi melarang ekspor CPO dan minyak goreng. Langkah ini sangat penting untuk memproteksi pasar dan kepentingan dalam negeri," ujar Anis Matta beberapa waktu lalu.
7. Importir
Importir India memprotes larangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng ala Jokowi. Mereka menyebut pasokan minyak yang ditujukan ke negaranya menjadi terhambat akibat larangan tersebut.
Padahal, empat importir India mengatakan 290 ribu ton minyak nabati sedang ditujukan ke India.
"Kapal kami yang berbobot 16 ribu ton tertahan di Pelabuhan Kumai (Kalteng) di Indonesia," ujar Direktur Pelaksana Gemini Edibles & Fats India Pvt Ltd Pradeep Chowdhry yang mengaku membeli 30 ribu ton minyak sawit RI setiap bulannya.
"Kami tidak tahu kapan Indonesia akan mencabut larangan ekspor itu, dan tidak tahu kapan pengiriman yang macet (saat ini) akan segera dikirimkan," lanjutnya.
Larangan ekspor CPO disebut berpotensi membuat India kekurangan minyak nabati bagi para importir negara tersebut.
Diketahui, India merupakan importir minyak sawit terbesar di dunia. India menggantungkan kebutuhan minyaknya pada Indonesia untuk hampir setengah dari 700 ribu ton minyak yang dibutuhkan negaranya tiap bulannya.