Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi atau Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,95 persen secara bulanan pada April 2022.
Realisasinya lebih tinggi dari 0,13 persen dibanding April 2021, maupun dari 0,66 persen pada Maret 2022. Sementara inflasi secara tahun berjalan sebesar 2,15 persen dan secara tahunan 3,47 persen.
"Inflasi April 0,95 persen ini merupakan angka tertinggi sejak Januari 2017. Sedangkan secara year on year, inflasi April 3,47 persen, ini merupakan angka tertinggi sejak Agustus 2019," ungkap Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers online, Senin (9/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Margo mengatakan kontribusi utama inflasi pada bulan lalu berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencapai 0,46 persen dengan inflasi sebesar 1,76 persen.
"Penyumbang inflasi minyak goreng, bensin, daging ayam ras, tarif angkutan udara, serta ikan segar," terang dia.
Begitu juga dengan kelompok transportasi sebesar 2,42 persen dengan andil 0,29 persen.
"Untuk transportasi, ini disebabkan kenaikan harga bensin khususnya Pertamax sejak 1 April 2022 menjadi Rp12.500 per liter," jelasnya.
Inflasi juga terjadi pada kelompok pengeluaran lain, seperti kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga 0,66 persen, perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga 0,28 persen, dan kesehatan 0,31 persen.
Hanya kelompok pakaian dan alas kaki yang mengalami deflasi 0,01 persen pada bulan lalu. Berdasarkan wilayah, inflasi terjadi di 90 kota IHK.
Inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan sebesar 2,58 persen dan terendah di Gunungsitoli 0,22 persen.
Di sisi lain, Margo memberi catatan bahwa inflasi April 2022 yang bertepatan dengan momen Ramadan merupakan yang tertinggi dalam sejarah.
Tercatat, inflasi Ramadan pada Juni 2017 hanya sebesar 0,69 persen.
Begitu juga dengan inflasi Ramadan Juni 2018 sebesar 0,59 persen, Ramadan Mei 2019 0,68 persen, Ramadan Juni 2020 0,18 persen, Ramadan Mei 2021 0,32 persen.
"Ini karena pemerintah sudah memperbolehkan mudik dan tekanan eksternal harga pangan dan energi yang sangat tinggi," pungkasnya.