Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.612 per dolar AS di perdagangan pasar spot pada Senin (9/5) sore. Mata uang melemah 14 poin atau 0,1 persen dari Rp14.598 per dolar AS pada Kamis (28/4).
Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.619 per dolar AS atau melemah dari Rp14.585 per dolar AS pada Kamis kemarin.
Di kawasan Asia, rupiah hanya melemah bersama yen Jepang minus 0,34 persen. Sedangkan mata uang Asia lain berada di zona hijau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, won Korea Selatan menguat 0,43 persen, dolar Singapura 0,14 persen, rupee India 0,13 persen, yuan China 0,05 persen, peso Filipina 0,04 persen, baht Thailand 0,03 persen, dan ringgit Malaysia 0,01 persen.
Kondisi yang sama terjadi pada mata uang utama negara maju. Rubel Rusia terpantau menguat 2,03 persen, dolar Australia 0,67 persen, dolar Kanada 0,33 persen, franc Swiss 0,29 persen, euro Eropa 0,27 persen, dan poundsterling Inggris 0,21 persen.
Analis sekaligus Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah melemah dari dolar AS karena cadangan devisa Indonesia turun 2,87 persen dari US$139 miliar menjadi US$135 miliar pada April 2022.
"Penurunan posisi cadangan devisa dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah," kata Ibrahim.
Lihat Juga : |
Selain itu, rupiah juga melemah karena indeks dolar AS menembus level tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Dolar AS menguat berkat kekhawatiran pasar terhadap kebijakan moneter bank sentral AS, The Federal Reserve.
"Ini karena berlanjutnya kekhawatiran bahwa tindakan bank sentral menurunkan inflasi tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi global, meningkatkan daya tarik mata uang safe haven," terangnya.
Selain itu, bank sentral Eropa juga telah menyerukan perlunya menyesuaikan kebijakan moneter mereka untuk mengatasi inflasi yang tinggi. Meski, penyesuaian kebijakan ini tidak seagresif The Fed.
Di sisi lain, pasar juga masih mengkhawatirkan dampak lockdown China ke pertumbuhan ekonomi global. Lockdown sendiri dilakukan karena kasus covid-19 meningkat.
(uli/aud)