Ekonomi Jepang Turun 1 Persen Kuartal I 2022

CNN Indonesia
Rabu, 18 Mei 2022 09:25 WIB
Pertumbuhan ekonomi Jepang minus 0,2 persen pada kuartal I 2022 di tengah minimnya permintaan karena pandemi covid-19. Ilustrasi. (REUTERS/KIM KYUNG-HOON).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonomi Jepang terkontraksi 1 persen pada kuartal I 2022 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara, jika dibandingkan dengan kuartal IV 2021, pertumbuhan ekonomi Jepang pada tiga bulan pertama tahun ini susut 0,2 persen.

Kontraksi disebabkan oleh pembatasan covid-19 yang diterapkan saat terjadi lonjakan kasus omicron di Negeri Sakura.

Realisasi tersebut sedikit lebih baik dari konsensus pasar yang memproyeksikan kontraksi hingga 0,4 persen (qtq). Ekonomi Jepang kembali terperosok usai pulih (rebound) pada kuartal terakhir tahun lalu.

Pemulihan yang terjadi di Negeri Matahari Terbit tak mampu bertahan lama karena meningkatnya biaya impor di tengah lonjakan harga energi, di samping pengetatan akibat omicron. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga terpukul dari sisi mata uang mengingat yen jatuh ke level terendah terhadap dolar dalam 20 tahun terakhir.

Kendati begitu, para ekonom memperkirakan ekonomi Jepang bakal bangkit lagi pada kuartal kedua atau selama April-Juni. Pasalnya, pembatasan mobilitas telah dicabut dengan peringatan.

"Kami melihat tiga hambatan untuk pemulihan yang diharapkan ini. Pertama adalah kenaikan harga pangan dan energi. Kedua, hambatan dari penguncian di China. Ketiga adalah risiko potensi kebangkitan infeksi virus," beber Ekonom UBS Masamichi Adachi dan Go Kurihara dikutip dari AFP, Rabu (18/5).

Menurut survei di antara para ekonom yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Ekonomi Jepang, faktor lain yang memperburuk ekonomi adalah ketidakpastian akibat ketegangan hubungan internasional dan konflik militer.

Untuk periode saat ini, berbagai perusahaan besar seperti Sony dan Nissan memproyeksi raupan pendapatan 'hati-hati' karena tingginya ketidakpastian, terutama karena gangguan rantai pasokan dan efek penguncian di China.

Jepang saat ini sedang berjuang melawan serangkaian pukulan ekonomi, mulai dari efek pandemi hingga invasi Rusia ke Ukraina yang membuat biaya energi melonjak.

Kenaikan harga energi tersebut akhirnya menekan konsumen dan bisnis Jepang, tercermin dari pengeluaran rumah tangga Jepang yang turun 2,3 persen pada Maret dari periode sama tahun sebelumnya.

Analis memeringatkan bahwa laju kenaikan upah di Jepang tidak akan setinggi kenaikan harga. Hal ini membuat masyarakat harus mengerem belanja mereka.

Akhir bulan lalu, Pemerintah Jepang meluncurkan paket ekonomi US$48,6 miliar atau setara Rp709,56 triliun (kurs Rp14.600) yang mencakup pemberian untuk keluarga berpenghasilan rendah untuk membantu meredam dampak kenaikan harga dan biaya energi pada rumah tangga.



(afp/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK