Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membuka larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) pada 23 Mei 2022. Kebijakan ini diambil setelah kelangkaan minyak goreng terjadi meski akhirnya diprotes oleh para petani sawit.
"Saya memutuskan ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin, 23 Mei 2022," ungkap Jokowi saat konferensi pers, Kamis (19/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulanya, Jokowi melarang ekspor CPO karena stok minyak goreng curah langka di masyarakat sejak akhir tahun lalu. Sesuai teori ekonomi, kelangkaan stok memicu kenaikan harga.
Harga minyak goreng curah yang dibanderol sebesar Rp14 ribu per liter sesuai harga eceran tertinggi (HET) perlahan naik hingga jebol ke Rp20 ribu per liter. Kondisi ini membuat pemerintah mengambil sejumlah kebijakan.
Mulai dari operasi pasar hingga penerapan kewajiban bagi produsen memasok minyak goreng di dalam negeri (DMO) sebesar 20 persen dari total volume ekspor mereka dengan harga domestik (DPO).
Untuk operasi pasar, pemerintah menggelontorkan 2,4 miliar liter minyak seharga Rp14 ribu per liter yang dananya diambil dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) senilai Rp7,6 triliun.
Sementara penerapan DPO, pemerintah mematok harga minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan Rp14 ribu per liter.
Tapi, jurus-jurus ini tak ampuh. Pemerintah pun pasrah melepas minyak goreng sesuai harga pasar. Harga kemudian semakin liar dengan minyak goreng curah mencapai Rp20 ribu per liter, sementara minyak goreng kemasan berkisar Rp25 ribu per liter.
Tak tahan dengan kisruh harga dan stok minyak goreng, Jokowi pun mengeluarkan jurus pamungkas, yaitu melarang ekspor CPO dan turunannya. Tujuannya, agar pasokan CPO yang ada fokus mengisi kebutuhan pabrik minyak goreng di dalam negeri dulu.
Kebijakan ini diambil karena pemerintah ingin stok minyak berlimpah dan harga minyak goreng curah kembali ke Rp14 ribu per liter. Larangan ekspor pun berlaku sejak 28 April 2022, meski dengan persiapan yang terburu-buru.
"Prioritaskan di dalam negeri, penuhi kebutuhan rakyat," ujar Jokowi.
Keputusan Jokowi yang tiba-tiba ini langsung memunculkan berbagai dari para pengusaha dan petani sawit. Para pengusaha mau tidak mau mengikuti, meski dalam hati tidak setuju.
Namun, mereka masih punya peluang keuntungan dari harga minyak goreng yang masih tinggi di masyarakat. Tapi, tidak demikian dengan para petani.
Sebab, ketika kebijakan ekspor dikeluarkan, harga tandan buah segar (TBS) langsung anjlok hingga 50 persen. Selain harga jatuh, pasokan TBS yang berlimpah pun jadi tidak diserap perusahaan.
Sebab, mereka memang tak perlu stok yang terlalu banyak jika hanya ingin memenuhi kebutuhan domestik. Hitung-hitungannya, kebutuhan nasional cuma perlu sekitar 30 persen dari total produksi sawit nasional. Sisanya, seharusnya mereka ekspor.
Akibatnya, banyak TBS yang rusak. Ibarat pepatah, nasib petani sudah jatuh tertimpa tangga. Total kerugian pun semakin menggunung hingga Rp11,4 triliun dalam 20 hari sejak larangan ekspor berlaku.