Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat angkat suara terkait masalah hak mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang belum dibayarkan hingga saat ini.
Menurutnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) seharusnya menanggapi masalah tenaga kerja di Merpati dengan serius. Ia mengatakan kementerian tersebut hanya mengikuti proses mediasi di awal saja.
Apalagi, ketika perusahaan sudah dinyatakan pailit, pemerintah sudah tidak bisa lagi intervensi di dalamnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya ditanggapi sejak awal, mereka kan pasti sudah ada proses pengaduan, permintaan audiensi dan semacamnya, nah seharusnya pemerintah ikut mendampingi secara maksimal," jelas Mirah kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/6).
Dalam hal ini ia menduga pemerintah sepertinya sengaja membiarkan maskapai pelat merah itu pailit.
"Sepertinya negara juga melepaskan tangan di kasus Merpati ini. Nampaknya sengaja ya biar pailit, tapi kan mereka enggak bisa melepaskan diri untuk hak-hak pekerjanya," imbuhnya.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan pihaknya juga akan mengikuti pengadilan terkait pembayaran pesangon dan hak mantan karyawan Merpati.
Lihat Juga : |
"Kan sudah masuk pengadilan ya? Kalau begitu ya ikut keputusan pengadilan saja (terkait pesangon)," kata Arya.
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Yadi Jaya Ruchandi mengatakan mengatakan hak mantan karyawan Merpati termasuk soal pesangon akan diberikan dari hasil penjualan aset perusahaan tersebut.
"Dibatalkannya perjanjian homologasi maka kewajiban Merpati Airlines kepada pihak ketiga termasuk pesangon kepada eks-karyawan akan diselesaikan dari penjualan seluruh aset Merpati Airlines melalui mekanisme lelang sesuai dengan penetapan Pengadilan dengan memperhatikan keadilan bagi seluruh pihak," kata Yadi.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya resmi menetapkan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) pailit.
Hal ini ditetapkan dalam putusan atas perkara pembatalan perdamaian dengan nomor 5/Pdt.Sus-Pailit-Pembatalan Perdamaian/2022/PN.Niaga Sby. Pengadilan memutuskan hal ini pada Kamis (2/6) lalu.
(dzu/sfr)