Saham Dunia Berguguran Akibat Bank Sentral Kompak Kerek Suku Bunga
Pasar saham dunia mulai berguguran dalam penutupan perdagangan pada Jumat (17/6). Penurunan ini tertajam sejak pandemi Maret 2020, dipicu oleh kebijakan moneter sejumlah bank sentral dalam rangka mencegah kenaikan inflasi.
Mulai dari kebijakan moneter The Fed yang menaikkan suku bunganya 75 basis poin tertinggi sejak 1994, Bank Sentral Swiss (SNB) menaikkan suku bunga 50 bps, kebijakan kenaikan kelima suku bunga Inggris sejak Desember, dan langkah Bank Sentral Eropa yang mendukung kawasan Eropa Selatan yang terlilit utang.
Hanya Bank of Japan (BoJ) yang menjadi satu-satunya bank sentral yang mengatur suku bunga rendahnya, bertahan dengan strategi menyematkan imbal hasil 10 tahun mendekati nol.
Lihat Juga : |
Mengutip Reuters, Sabtu (18/6), saham dunia turun 0,12 persen. Dalam sepekan saham dunia turun 5,8 persen, paling curam sejak 20 Maret 2020.
Dow Jones Industrial Average (.DJI) Wall Street tergelincir 0,13 persen, S&P 500 (.SPX) bertambah 0,22 persen, dan Nasdaq Composite (.IXIC) naik tipis 1,43 persen.
Untuk pekan ini, S&P 500 turun 5,8 persen, juga penurunan terbesar sejak minggu ketiga 2020.
Ekonom Bank of America dalam sebuah pernyataannya pada klien mengatakan inflasi, perang dan lockdown di China telah menggagalkan pemulihan global.
"Kami memperkirakan pertumbuhan PDB akan melambat hingga hampir nol, inflasi akan menetap di sekitar 3 persen dan The Fed akan menaikkan suku bunga di atas 4 persen," katanya.
The Fed pada Jumat menyatakan komitmennya untuk memerangi inflasi adalah tanpa syarat.
Kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga dapat memicu resesi mendukung harga Treasury dan memperlambat kenaikan hasil, yang turun ketika harga naik.
Imbal hasil Treasury 10 tahun mundur ke 3,22 persen setelah mencapai level tertinggi 11 tahun di 3,49 persen pada hari Selasa.
Imbal hasil obligasi Eropa Selatan turun tajam setelah laporan lebih rinci dari Presiden ECB Christine Lagarde tentang rencana bank sentral.
"Garis yang lebih agresif oleh bank sentral menambah hambatan bagi pertumbuhan ekonomi dan ekuitas," kata Kepala investasi di UBS Global Wealth Management Mark Haefele.
"Risiko resesi meningkat, sementara mencapai soft landing untuk ekonomi AS tampaknya semakin menantang."
Di Asia, indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang (.MIAPJ0000PUS) jatuh ke level terendah dalam lima pekan, terseret oleh aksi jual di Australia. Nikkei Jepang (.N225) turun 1,8 persen dan menuju penurunan mingguan hampir 7 persen.