Siap-siap Harga HP hingga Laptop Naik Gegara Rupiah Loyo

CNN Indonesia
Selasa, 21 Jun 2022 06:28 WIB
Ekonom mengingatkan soal risiko kenaikan harga barang elektronik impor seperti laptop dan smartphone karena merosotnya kurs rupiah terhadap dolar AS. Ilustrasi. (iStock/anyaberkut).
Jakarta, CNN Indonesia --

Nilai tukar rupiah kian melemah hingga ke posisi Rp14.836 per dolar AS di perdagangan pasar spot pada Senin (20/6) sore. Bahkan, mata uang sempat menembus Rp14.900 per dolar AS pada awal pekan ini.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah bisa berdampak pada sejumlah aspek. Pertama, terjadi kenaikan biaya produksi manufaktur terutama yang bergantung pada bahan baku impor.

"Akan diteruskan kepada konsumen akhir sehingga akan menciptakan tekanan inflasi di dalam negeri yang lebih tinggi," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Senin (20/6).

Bhima memperkirakan barang impor yang akan dipengaruhi oleh pelemahan rupiah adalah barang elektronik seperti laptop dan telepon genggam. Selain itu, tekanan juga akan terasa pada produk otomotif, makanan dan minuman, serta pakaian.

Kedua, pelemahan nilai tukar rupiah akan meningkatkan harga bahan pokok. Akibatnya, masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan aktivitas ekonomi lainnya.

Masyarakat yang akan paling berdampak atas kondisi ini adalah 40 persen pengeluaran yang paling bawah karena semakin rendah penghasilan seseorang di Indonesia maka akan semakin rentan terhadap fluktuasi harga barang di pasar.

Ketiga, pelemahan rupiah akan mempersulit masyarakat dalam mencari pekerjaan karena perusahaan akan lebih fokus melakukan efisiensi akibat tekanan biaya produksi.

"Dengan adanya tekanan dari biaya operasional, biaya produksi di perusahaan terutama di industri pengolahan dan perdagangan akan membuat lapangan pekerjaan menjadi lebih sulit," ujar Bhima.

Bhima mengatakan pemerintah seharusnya meningkatkan ekspor yang bernilai tambah sehingga devisa dari ekspor bisa menahan keluarnya modal asing. Pemerintah juga bisa meningkatkan penyerapan surat utang di dalam negeri sehingga ketergantungan terhadap investasi di pasar surat utang bisa berkurang.

Selain itu, pemerintah juga harus memastikan produksi di dalam negeri bisa memadai sehingga bisa menekan biaya impor yang menyebabkan fluktuasi harga pangan.

"Pemerintah juga perlu melakukan penguatan jaring pengaman sosial. Artinya, stimulus-stimulus yang diberikan sebelumnya pada masa pandemi tidak boleh terburu-buru dihentikan karena tantangan ekonomi ke depan masih membutuhkan bantuan sosial, bantuan bagi UMKM yang mencukupi," uar Bhima.

Hal senada juga disampaikan ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal yang mengatakan pelemahan rupiah akan sangat berpengaruh pada sektor dengan tingkat kebutuhan impor yang tinggi. Sektor tersebut adalah elektronik, manufaktur, dan otomotif.

Ia juga mengatakan ada tren yang cukup terbuka jaraknya antara Indeks Harga Produsen (IHP) dengan Indeks Harga konsumen (IHK).

"Artinya dalam hal ini kita akan melihat harga-harga di masyarakat juga akan meningkat yang pada akhirnya akan berefek pada inflasi yang juga tumbuh signifikan setidaknya di kuartal III ini," ujar Fithra kepada CNNIndonesia.com.

Meski demikian, Fithra menyarankan pemerintah untuk tidak gegabah untuk menahan laju impor. Pasalnya, Indonesia juga masih membutuhkan barang input untuk produksi barang yang sebagian juga digunakan untuk ekspor.

Sementara itu, Fithra mengatakan Indonesia saat ini berada dalam kondisi kelebihan pasokan (oversupply) untuk komoditas secara umum, di luar produk manufaktur. Namun, komoditas yang meningkat dan harga komoditas internasional yang naik juga akan menimbulkan agresivitas dari ekspor komoditas itu sendiri.

"Masalahnya adalah kita sekarang dalam kondisi oversupply ya, tetapi kalau semuanya diekspor secara agresif tanpa kemudian ada batasan-batasan tertentu, kita juga akan menderita di jangka menengah," ujarnya.

Lebih lanjut, ia memperkirakan Indonesia akan mengalami tekanan mulai kuartal II 2023 karena komoditas yang saat ini oversupply perlahan akan langka.



(fby/sfr)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK