Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menilai Konsorsium Asuransi TKI yang berlaku periode 2010-2017 memberikan lebih banyak manfaat pada pekerja migran dibandingkan BPJS Ketenagakerjaan.
Direktur Penempatan Kawasan Amerika dan Pasifik BP2MI Yana Anusasana membandingkan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan sesuai Permenaker Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia dengan Korsosium Asuransi TKI.
"Mudah-mudahan nanti di revisi permen ini (Permen 18/2018) nanti bisa disesuaikan. Paling tidak sama lah dengan konsorsium yang dulu," kata Yana acara paparan media bertajuk Hasil Kajian Efektivitas Penyelenggaraan Jaminan Sosial Terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) Di Masa Pandemi COVID-19 di Jakarta, Selasa (28/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yana, ada beberapa aspek yang berbeda dari kedua skema seperti tanggungan dana ketika pekerja dipindahkan tidak sesuai penempatan, upah pekerja tak dibayar dan permasalahan hukum.
"Dulu di konsorsium dibayar sebesar upah yang belum dibayar selama bekerja, permasalahan hukum dulu di konsorsium Rp100 juta. Yang ketiga, dipindahkan tidak sesuai dengan penempatan, dulu dibayarkan maksimum 24 bulan gajinya," kata Yana.
Secara rinci, ia menyebut beberapa perbedaan jaminan yang diterima pekerja migran dari Konsorsium Asuransi dan jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Pertama, Jaminan Kematian (JKM) sebelum dan setelah bekerja dibayarkan oleh Konsorsium Asuransi sebesar Rp85 juta sedangkan BPJS Ketenagakerjaan hanya membayar Rp42 juta.
Kedua, untuk pengobatan dalam negeri Konsorsium Asuransi membayar Rp25 juta dan untuk di luar negeri maksimum Rp50 juta. Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan hanya membayar dana pengobatan dan perawatan jika terjadi karena kecelakaan kerja.
"Untuk cacat dulu Konsorsium Asuransi full coverage. Sekarang ini (di Permen 18) hanya kalau kecelakaan kerja, itu pembuktiannya di sana juga agak sulit," imbuhnya.
Kemudian, jika pekerja migran gagal berangkat, Konsorsium Asuransi memberikannya uang pengganti 110 persen upah yang seharusnya diterima. Dengan BPJS Ketenagakerjaan, angka tersebut menjadi Rp7,5 juta.
"Dulu disesuaikan dengan biaya yang sudah dikeluarkan maksimum 110 persen kali Pusnaker, kan gede, sekarang jadi Rp7,5 juta," katanya
Lebih lanjut, Yana pun menunjukkan bahwa pembayaran klaim untuk perlindungan TKI masih sedikit. Ia mencatat dari 766 klaim jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan periode 2017 hingga 2022 jumlah klaim yang cair hanya Rp27,3 miliar dari total pembayaran iuran Rp283 miliar.
"Jadi dari total pembayaran sebanyak Rp283 miliar, klaim itu hanya 9,51 persen. Jadi enggak terlalu banyak uang yang dikeluarkan untuk pembayaran klaim ini," katanya.