Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta terkait revisi UMP DKI 2022 yang dilakukan Gubernur Anies Baswedan.
Putusan ini mengakibatkan UMP DKI Jakarta batal naik sebesar 5,1 persen pada 2022. Selain itu, PTUN juga mewajibkan Anies menerbitkan keputusan baru mengenai UMP 2022 berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta Unsur Serikat Pekerja/Buruh Nomor I/Depeprov/XI/2021, sebesar Rp4.573.845 per bulan.
Jika hasil putusan ini diberlakukan, maka ada penurunan sekitar Rp100 ribu untuk UMP DKI Jakarta. Sebab, saat dinaikkan 5,1 persen, UMP DKI Jakarta 2022 menjadi Rp4.641.854 per bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
UMP DKI Jakarta yang batal naik pun mendapat respons beragam dari pekerja di ibu kota. Sebagian dari mereka tak setuju UMP batal naik.
Misalnya, Nurul, salah satu karyawan di salah satu rumah sakit Jakarta Selatan. Ia mengaku tak setuju dan .kecewa dengan keputusan UMP DKI Jakarta yang batal naik 5,1 persen. Ia menilai putusan tersebut bakal berdampak buruk bagi pekerja di ibu kota.
"Jelas tidak setuju karena yang pasti berpengaruh bagi para pekerja dan sangat kecewa karena pemerintah yang terkesan memberi harapan palsu pada kebijakan" ujar Nurul kepada CNNIndonesia.com, Rabu (13/7).
Senada, salah satu karyawan di kawasan Jakarta Selatan, Claudia mengaku kecewa dengan putusan PTUN Jakarta membatalkan keputusan UMP yang dikeluarkan Anies tersebut. Ia juga menilai putusan yang mewajibkan Anies menerbitkan keputusan gubernur baru mengenai UMP 2022 sebesar Rp4.573.845 per bulan tak tepat.
"Tidak setuju karena biaya hidup tinggi, terkait kebutuhan bahan pokok seperti sembako terutama minyak goreng, bahan bakar juga. Apalagi bagi pekerja rantau yg digaji UMR," ujar Claudia.
Oleh karena itu, ia meminta Pemprov DKI Jakarta mengajukan banding terhadap putusan ini.
Sementara itu, salah satu pekerja di perusahaan konsultan di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Selatan yang namannya enggan disebutkan mengatakan penghasilan pribadinya tidak terpengaruhi oleh batalnya kenaikan UMP Jakarta. Namun, UMP yang batal naik ia nilai akan memberatkan pekerja lainnya.
Apalagi putusan keluar saat harga sembako dan BBM naik.
"Bila melihat besar nominal (kenaikan UMP) sebenarnya tidak terlalu jauh perbedaannya dari UMP saat ini. Namun tetap saja UMP saat ini masih belum tepat. Pekerja Jakarta tidak hanya berasal dan lahir di Jakarta, banyak pendatang yang juga bekerja di Jakarta harus menanggung beban," ujarnya.
Ia pun menyarankan agar pemerintah maupun pihak lainnya agar melakukan riset yang mendalam serta menggunakan data dalam menentukan kebijakan UMP agar tidak gagal di tengah jalan.