Rendy melihat memang tidak mudah untuk mencegah dampak krisis energi, pangan dan keuangan ke dalam negeri. Namun, mitigasi awal yakni sinergi dan kolaborasi dengan kebijakan moneter bisa dilakukan agar saat krisis global terjadi dampaknya ke Indonesia bisa seminimal mungkin.
"Sekali lagi, kolaborasi kebijakan antara pemerintah menjadi penting untuk memastikan dampak yang dirasakan itu minimal kolaborasinya melibatkan dari sisi fiskal, moneter dan juga sektor riil," jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejalan, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kolaborasi kebijakan fiskal dan moneter menjadi keharusan.
Mitigasi pertama dari sisi moneter adalah menstabilkan nilai tukar rupiah yang saat ini berada di level yang cukup terdepresiasi. Caranya, dengan mengatur kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) untuk segera dikonversi ke rupiah.
"Jadi bagaimana pengusaha yang selama ini menikmati windfall dan menyimpan uang dalam bentuk valas, itu segera dikonversi ke rupiah dengan berbagai insentif, mau insentif perpajakan dan insentif non fiskal dan wajib DHE ditahan di perbankan dalam negeri selama 6-9 bulan," kata Bhima.
Mitigasi kedua dari sisi fiskal adalah menstabilkan harga pangan yang akan berdampak pada inflasi. Dalam hal ini, Bhima menilai bukan hanya sekedar memberikan subsidi pangan atau tunai, tetapi lebih mendorong penciptaan ketahanan pangan, terutama beras.
Caranya, dengan menambah dana subsidi pupuk yang saat ini Rp25 triliun, setidaknya menjadi Rp50 triliun. Dengan demikian, subsidi pupuk tidak hanya diberikan kepada 9 komoditas pangan prioritas tapi juga lainnya.
Selain itu, Bhima menilai pemerintah harus melobi negara lain yang memiliki produksi pangan seperti gandum dan bawang putih, untuk memprioritaskan Indonesia.
"Mau tak mau Indonesia harus memanfaatkan Presidensi G20 untuk melakukan lobi-lobi ke negara-negara yang masih ada stok pangan untuk prioritaskan Indonesia agar tak terjadi fluktuasi harga berlebihan di dalam negeri," imbuhnya.
Kebijakan fiskal lainnya yang harus ditempuh adalah dengan memangkas belanja Kementerian/Lembaga (K/L) setidaknya sebesar 30 persen. Bisa dari belanja perjalanan dinas, barang dan infrastruktur.
"Misalnya belanja infrastruktur yang bisa ditunda seperti mega proyek-proyek yang saat ini masih dalam tahap pembahasan ya ditunda dulu, anggarannya dipakai untuk ketahanan energi dan pangan, karena ini yang urgent untuk saat ini," pungkas Bhima.