Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengharapkan adanya kepastian kebijakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait lambannya penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) yang dikeluhkan kalangan nelayan.
Mereka menilai kelambananan itu salah satunya karena imbas dari berlakunya omnibus law UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Ketua Pelaksana Harian KNTI Dani Setiawan menyatakan saat ini banyak nelayan mengeluh tak bisa melaut akibat lambannya SIPI dan SIKPI yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Di satu sisi para nelayan itu tak bisa terus 'mengencangkan ikat pinggang', karena harus memenuhi kebutuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi nelayan tidak bisa melaut karena surat izin tak keluar. Padahal jika tidak melaut maka ekonomi keluarga tidak bisa berputar. Nelayan butuh pendapatan untuk kehidupan sehari-hari," ujarnya melalui keterangan tertuli, Minggu (31/7) seperti dikutip dari Antara.
Menurut dia, hal itu menjadi persoalan bagi nelayan karena tanpa surat izin maka mereka tak bisa menangkap ikan, di sisi lain jika memaksakan untuk melaut, maka bisa dianggap melakukan ilegal fishing dan ditangkap jika ada pemeriksaan.
Dani mengatakan pihaknya menilai lambannya perizinan yang dikeluarkan KKP, berawal saat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Dalam UU Omnibus Law tersebut menyangkut semua aspek, termasuk aspek kelautan dan perikanan.
Guna memperjelas isi UU Cipta Kerja dikeluarkan bermacam turunan, termasuk di antaranya Peraturan Pemerintah (PP)-nya dimana di dalamnya PP terdapat peraturan yang menyatakan pemindahan sejumlah kewenangan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ke KKP, salah satunya pengukuran kapal dan lain-lain.
"Nah, proses transisi ini membutuhkan waktu, karena menyangkut sumber daya, sistem dan sebagainya. Itu yang berdampak pada lambannya surat izin. Dan kelambanan ini harus diselesaikan agar tidak berdampak kepada nelayan," kata Dani.
Selain nelayan, lanjut Dani, pihak lain yang juga dirugikan dari lambannya SIPI dan SIKPI yang dikeluarkan KKP adalah pemilik kapal karena armada mereka menganggur dan hanya bisa bersandar.
"Untuk itulah, KNTI berharap ada kepastian KKP. Sebab jika dibiarkan terlalu lama, akan berdampak pada banyak pihak, termasuk nelayan," ujarnya.
Sebelumnya Front Nelayan Bersatu (FNB) Jawa Tengah juga mengeluhkan naiknya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sangat tinggi yang mengakibatkan beban nelayan meningkat di tengah penurunan harga ikan.
"Sejak awal pandemi pada 2020, harga ikan turun tajam. Namun, pungutan PNBP kapal tangkap ikan justru meningkat tajam, sesuai PP85/2021 dan Permen KP 87 tahun 2021," ujar Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal, Eko Susanto.
Dikatakannya, dalam Peraturan Menteri tersebut, diatur harga patokan ikan (HPI) yang baru namun tidak sesuai kondisi di lapangan saat ini.