Perusahaan Umum Badan Urusan Logistisik (Perum Bulog) menyatakan Indonesia siap menghadapi krisis pangan yang sedang mengancam dunia saat ini.
Kepala Divisi Pengadaan Komoditi Perum Bulog Budi Cahyanto menjelaskan hal ini karena pasokan beras dan jagung di dalam negeri sangat mencukupi.
"Stok beras cukup untuk menghadapi potensi kenaikan dunia, jagung juga siap. Jadi, Indonesia meski berada pada pusaran potensi kenaikan harga dunia, tapi karena produksi cukup baik kita bisa bertahan," kata Budi dalam diskusi forum merdeka barat (FMB) Jumat (19/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi mengatakan pasokan beras nasional saat ini mencapai 1,1 juta ton. Jumlah itu sesuai dengan ketentuan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), maupun kecukupan stok sesuai rekomendasi Kementerian Pertanian.
Pasokan dalam negeri yang cukup bahkan lebih itu membuka peluang Indonesia untuk mengekspor beras bahkan jagung.
"Jangan lupa kita produksi beras terbesar kedua, tapi kita konsumsi tertinggi. Jadi kita punya peluang ekspor tapi kita orientasikan ekspor beras-beras yang khusus dari Indonesia dan itu tantangan bagaimana Bulog membuka keran ekspor," jelasnya.
Untuk jagung, Budi mengatakan saat ini Indonesia surplus produksi jagung 3,3 juta ton. Hanya saja, yang menjadi kendala adalah kurangnya mesin pengering untuk komoditas itu.
Sementara itu, pada kesempatan tersebut Budi juga menyinggung soal kenaikan harga gandum. Menurutnya, Indonesia tidak perlu khawatir dengan kenaikan harga gandum dunia. Sebab, konsumsi gandum bukanlah yang utama di negeri ini.
"Jadi, gandum ini ada yang dipakai untuk kebutuhan pakan. Nah selama ini, gandum itu menjadi pengganti jagung karena harga yang lebih mahal. Jadi ketiga jagung mahal, kebutuhan akan pakan ternak itu ambil dari gandum," katanya.
Saat ini, imbuhnya, Indonesia berhasil swasembada jagung sehingga perusahaan pakan ternak bisa mengambil jagung dalam negeri. Dari kondisi tersebut, kebutuhan akan gandum hanya digunakan untuk produk makanan seperti roti hingga mi.
"Ke depan Bulog akan bangun pabrik sagu, dan ini akan bisa menjadi pengganti gandum-gandum ini. Saya pikir Indonesia masih bisa bertahan di tengah kenaikan gandum, apalagi ini bukanlah konsumsi utama," katanya.