Ladang seluas 400 hektare (ha) milik PT Ade Agro Industri terhampar di Laipori, Waingapu, Sumba Timur. 100 ha di antaranya sedang ditanami sorgum. Sumber pangan alternatif yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar merdeka dari impor gandum.
Saya datang berkunjung persis 1,5 bulan setelah Jokowi melawat ladang sorgum milik perusahaan yang bermarkas di Bandung, Jawa Barat, tersebut.
Siang itu, empat orang pekerja, di antaranya tiga orang petani dan tenaga bantu, tengah melakukan penyemaian, menebar pupuk, dan memberi pengairan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Sorgum ini bandel, lebih bisa bertahan dari kekeringan, mengingat kendala penanaman di area NTT ialah air," ujar Reno, tenaga bantu yang mengaku didatangkan dari kantor di Kebon Kacang, Jakarta, kepada CNNIndonesia.com, Jumat (12/8).
Menanam sorgum, kata Reno, merupakan hal baru yang dilakukan perusahaan sejak tahun lalu. Tadinya, perusahaan menanam kapas dan jagung.
"Sorgum ini baru mulai, setahun bisa panen 3 kali. 100 ha yang ditanami sorgum, produksinya per ha bisa 3 ton," imbuh dia.
Hitung punya hitung, berarti perusahaan bisa memproduksi sorgum sebanyak 900 ton dalam setahun.
Angka produksi itu belum memasukkan olahan ampas batang dan daun yang dapat digunakan sebagai pakan ternak atau sumber bioetanol.
Dika, tenaga produksi Ade Agro Industri, mengaku masih mengembangkan olahan sorgum. Dari yang dikerjakan timnya, saat ini perusahaan mampu memproduksi beras dari sorgum, tepung, menir, tepung bonggol, dan lain sebagainya.
Dari sana, lanjut Dika, timnya berhasil membuat popcorn dari sorgum, bahan untuk kue kering, termasuk brownies, hingga pakan ternak.
"Tapi ini belum dijual ya, masih dalam uji coba, dan sedang proses pengembangan," katanya mengingatkan.
Ade Agro Industri bukan lah satu-satunya produsen sorgum di Indonesia. Bahan pangan yang baru naik pamor 2-3 tahun belakangan, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019-2020, sudah diproduksi sebanyak 4.000-6.000 ton per tahun yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebagai alternatif sumber pangan pengganti gandum, tentu produksi sorgum bisa meminimalkan ketergantungan terhadap impor gandum, yang faktanya memang tidak bisa tumbuh di atas tanah ibu pertiwi.
Berdasarkan data BPS, impor gandum dan meslin mencapai 4,36 juta ton dengan nilai US$1,65 miliar sepanjang Januari-Mei 2022.
Adapun, impor gandum Indonesia terbesar berasal dari Australia, yakni sebanyak 1,57 juta ton (Januari-Mei 2022) atau sekitar 36 persen dari total impor.
Selanjutnya, Argentina sebanyak 1,41 juta ton, Kanada 572 ribu ton, Brasil 594 ribu ton, dan India 115,86 juta ton, serta negara lainnya sebanyak 98 ribu ton.
Terbayang kan, produksi sorgum di dalam negeri bisa mengurangi 'was-was' ketika banyak negara mulai menahan ekspor gandum mereka demi mengamankan pasokan bahan pangan masing-masing. Kondisi ini yang terjadi belakangan sejak perang Rusia-Ukraina berkecamuk.
Meskipun, Franciscus Welirang, Komisaris PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, produsen mi instan merek Indomie, menampik kenaikan harga gandum di pasar global karena perang Rusia-Ukraina.
Ia menilai permasalahan utama adalah perubahan iklim membuat banyak ladang gagal panen.
"Sebelum perang Ukraina harga gandum sudah tinggi naik dari 2021 sampai akhir 2021 sebesar 68 persen, demikian juga awal Mei 2022 lalu waktu ribut India menghentikan ekspor, harga gandum naik lagi sekitar 18 persen," ucap pria yang akrab disapa Franky.
Kendati harganya tinggi, ia mengatakan manajemen belum berencana beralih ke sorgum.
Sebab, pasokan sorgum dari dalam negeri tidak pasti dan biaya yang harus dikeluarkan lebih besar dibandingkan gandum.
"Sampai hari ini belum memikirkan (beralih ke sorgum). 10 tahun lalu kami memikirkan dan sudah menyiapkan alatnya, sampai saat hasilnya bangkrut karena tidak konsisten suplainya dan harganya lebih mahal dari terigu," jelas Franky.