Ombdusman: Subsidi BBM Seluruh Kalangan Berpotensi Maladministrasi

CNN Indonesia
Rabu, 31 Agu 2022 08:20 WIB
Ombudsman RI menilai penyaluran subsidi BBM yang berjalan saat ini berpotensi maladministrasi karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
Ombudsman RI menilai penyaluran subsidi BBM yang berjalan saat ini berpotensi maladministrasi karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ombudsman RI menilai penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berjalan saat ini berpotensi maladministrasi karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menjelaskan ini karena karena potensi ini, kelompok miskin masih sulit mengakses bantuan subsidi energi seperti BBM, listrik, dan LPG. 

"Konsumen atau pengguna merupakan masyarakat yang menurut undang-undang berhak dan layak menerima serta menikmati subsidi energi yang disediakan oleh pemerintah. Sudah saatnya, pemerintah memastikan kemudahan akses bagi kelompok miskin dalam mengakses subsidi energi," kata Hery.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi Pasal 7 ayat 2 mengamanatkan penyediaan dana subsidi hanya untuk kelompok masyarakat tidak mampu.

Sementara UU No 22/ 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pasal ayat 3 menyatakan bahwa dalam menentukan dan menetapkan harga BBM, pemerintah memiliki tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu.

Sebab itu, dia mengusulkan pemerintah sudah seharusnya melarang penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan roda empat ke atas jenis non-angkutan umum.

Kendaraan angkutan umum dan sepeda motor dapat dinyatakan sebagai golongan tidak mampu atau berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Sehingga bisa tetap diberikan BBM bersubsidi.

Sedangkan kendaraan pribadi roda empat, lanjutnya, dapat diklasifikasikan sebagai masyarakat kelas menengah ke atas. Sehingga, BBM bersubsidi lebih tepat apabila diperuntukkan sepeda motor dan angkutan umum.

Menurutnya, opsi kebijakan pembatasan BBM bersubsidi ini lebih baik untuk mencegah jebolnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) daripada menaikkan harga BBM bersubsidi.

"Kalau memang keuangan negara tidak kuat, lalu pemerintah menaikkan harga BBM dan subsidi dilepas atau dikurangi drastis, maka akan terjadi syok perekonomian yang berdampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat," imbuh Hery.

Hery menuturkan jika pemerintah lebih memilih opsi menaikkan harga BBM bersubsidi jenis pertalite menjadi Rp10 ribu per liter, Solar menjadi Rp8 ribu per liter maka ini berdampak negatif bagi perekonomian masyarakat.

Dia memperkirakan, kenaikan harga BBM bakal mendorong inflasi bertambah hingga 0,97 persen dari realisasi inflasi kuartal II 2022 sebesar 4,94 persen.

"Dengan kondisi pandemi Covid-19 yang belum pulih total seperti ini, justru masyarakat kecil sedang kesusahan jangan ditambah lagi bebannya apalagi saat ini harga pangan sedang naik. Oleh karena itu pemerintah disarankan tidak menaikkan harga BBM bersubsidi," katanya.

Ia menambahkan program pemerintah menyiapkan sejumlah bantuan sosial/bansos yang akan diberikan kepada masyarakat miskin, adalah langkah alternatif di luar subsidi energi.

"Sebab bansos memang sudah kewajiban pemerintah dalam mengantisipasi munculnya problem sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]



(fby/dzu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER