Presiden Jokowi menetapkan lima komponen penagihan tagihan piutang negara yang akan dikejar sampai ke anak cucu debitur.
Komponen itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
Dalam Pasal 5 pp yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 31 Agustus 2022 lima komponen tagihan itu adalah; pokok utang, bunga, denda, ongkos/biaya lain dan biaya administrasi pengurusan piutang negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan aturan ini, maka saat debitur ingin membayar utang ke negara, nilainya akan lebih tinggi dari jumlah yang dipinjam. Artinya, makin lama pembayaran, maka total utang yang harus dibayar pasti lebih besar.
"Terkait pembayaran untuk tagihan meliputi pokok utang, bunga, denda, ongkos/biaya lain, dan biaya administrasi pengurusan piutang negara," tulis PP 28/2022 ini.
Aturan ini juga memberikan kewenangan pemerintah melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) untuk memberikan sejumlah sanksi bagi debitur atau pemilik utang. Sanksi itu mulai dari memberikan surat peringatan (SP), pemblokiran aset hingga pencekalan bepergian ke luar negeri.
PP ini juga menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk memblokir aset pemilik utang jika tidak mau membayar. Pp juga memberi payung bagi pemerintah untuk mencekal pemilik utang supaya tidak pergi keluar dari Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga bisa menagih utang kepada ayah, ibu, anak, cucu, hingga suami/istri pemilik utang, jika ia meninggal dunia.
Namun, ahli waris yang ditagihkan utang tidak harus membayar sepenuhnya. Cukup membayar sebesar warisan yang diterima dari pemilik utang.
"Ahli waris yang bertanggung jawab piutang atas Negara paling banyak sebesar porsi harta warisan yang diterima oleh masing-masing ahli waris, dalam hal Penanggung Utang telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi," tulis PP ini.
(ldy/agt)