Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara ikut buka suara terkait harga bahan bakar minyak (BBM) Revvo 89 di SPBU Vivo yang sempat dijual lebih murah dibandingkan pertalite RON 90 PT Pertamina (Persero).
Menurut Suahasil, pemerintah tak memiliki hak untuk mengatur harga SPBU swasta, seperti Vivo. Namun, seluruh SPBU harus menjual BBM dengan harga yang wajar.
"Vivo tidak ada urusan dengan pemerintah, tapi harga yang ditentukan harus wajar, mencerminkan harga wajar," ujar Suahasil dalam Kuliah Umum Pengantar Ekonomi, Senin (12/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suahasil menjelaskan harga wajar ditentukan dengan struktur biaya masing-masing sektor usaha. Untuk pelaku usaha yang mendistribusikan BBM, salah satu poin yang harus diperhatikan adalah harga minyak mentah dunia.
"Harga wajar dari mana, dari struktur biaya usaha itu sendiri karena siapa pun yang beroperasi di bidang usaha spesifik seperti hilir BBM ya itu biaya nya kami tahu," jelas Suahasil.
Sebelumnya, SPBU milik PT Vivo Energy Indonesia menjadi perhatian masyarakat usai pemerintah mengerek harga BBM jenis pertalite, solar bersubsidi, dan pertamax pada Sabtu (3/9) lalu.
Saat itu, pemerintah menaikkan harga pertalite RON 90 dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter. Namun, Vivo justru menjual Revvo 89 atau BBM dengan RON 89 lebih murah, yakni Rp8.900 per liter.
Tak ayal, masyarakat sempat menyerbu SPBU Vivo demi membeli BBM lebih murah dibandingkan Pertamina.
Namun, hal itu tak berlangsung lama karena Revvo 89 tiba-tiba hilang dari SPBU Vivo. Bahkan, harga Revvo 89 juga sempat tak ditulis dalam papan informasi SPBU Vivo.
Setelah itu, Revvo 89 kembali hadir dengan harga baru, yakni Rp10.900. Angka itu lebih mahal Rp900 per liter dibandingkan pertalite di SPBU Pertamina.
(aud/agt)